Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018
tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang disahkan akhir Maret lalu,
menjadi buah bibir hampir seluruh lapisan sosial masyarakat. Isu penggunaan TKA
ramai diperbincangkan di beragam format media sosial dan muncul sebagai tajuk
utama di media massa.
Pengesahan perpres TKA di tahun politik mampu
dimanfaatkan dengan baik oleh kalangan tertentu untuk menghangatkan atmosfir
politik nasional. Padahal jika dicermati dengan baik, Perpres tersebut
ditujukan untuk meningkatkan investasi dan perluasan kesempatan kerja.
Meski demikian, perhatian masyarakat terhadap
isu TKA merupakan hal positif dan bentuk nyata kepedulian masyarakat terhadap
keberlangsungan pemerintahan. Namun kepedulian yang tidak dikelola dengan baik
akan menimbulkan kegaduhan yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik
nasional.
Dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada
masyarakat terkait Perpres TKA, tentu saja pemerintah harus memaksimalkan
komunikasi dengan masyarakat melalui kanal-kanal komunikasi yang tersedia.
Sehingga publik dapat mengetahui maksud dan tujuan disahkannya Perpres TKA
dengan baik dan komprehensif.
Sebenarnya pemerintah telah memiliki teknis
yang baik dalam mengkomunikasikan setiap kebijakan dan agenda pembangunan
nasional kepada publik. Teknis yang dinamakan narasi tunggal telah disampaikan
oleh Presiden Jokowi saat memberikan arahan pada Pejabat Humas Kementerian,
Lembaga, BUMN di Istana Bogor akhir 2017 lalu, (18/10/2017).
Narasi tunggal, sebagaimana makna harfiahnya
dapat diartikan sebagai satu kesepahaman yang sama atas suatu isu, tidak
memiliki perbedaan substansi, dan didasari pada data yang akurat. Narasi
tunggal dilaksanakan dengan semangat untuk mewujudkan komunikasi satu suara.
Sehingga diharapkan tidak muncul lagi perbedaan substansi komunikasi
pemerintah. Membangun narasi tunggal yang efektif memerlukan tahapan berurutan
yang pada prinsipnya membutuhkan koordinasi antara kementerian/lembaga/daerah
dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Berikut ini tahapan proses kerja humas
pemerintah sebagaimana tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015
tentang Pengelolaan Komunikasi Publik:
1) Kementerian/Lembaga/Daerah menyiapkan dan
menyampaikan data beserta informasi terkait pelaksanaan tugas dan fungsi
kepada Kementerian Kominfo secara berkala.
2) Kementerian Kominfo melakukan kajian
terhadap data dan informasi yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga/Daerah
dan melakukan media monitoring serta menganalisis konten media terkait dengan
kebijakan dan program pemerintah.
3) Kementerian Kominfo bersama
Kementerian/Lembaga/Daerah mengoordinasikan perencanaan, penyiapan, dan
pelaksanaan komunikasi publik terkait kebijakan dan program pemerintah.
4) Kementerian Kominfo menyusun narasi
tunggal terkait dengan kebijakan dan program pemerintah kepada publik sesuai
arahan presiden.
5) Kementerian/Lembaga/Daerah bersama
Kementerian Kominfo melaksanakan diseminasi informasi publik yang telah disusun
melalui saluran komunikasi yang tersedia.
6) Kementerian Kominfo melakukan monitoring
dan evaluasi terhadap pelaksanaan komunikasi publik secara berkala.
Ringkas kata, keenam tahapan proses di atas
dapat dijelaskan sebagai rangkaian sekuensial yang mengandung proses pengolahan
data, agenda setting, ekspresi konten, diseminasi, dan monitoring evaluasi.
Sebagai suatu proses pengolahan komunikasi publik, rangkaian di atas secara
teknis telah runut dan sistematis. Tinggal bagaimana sumber daya yang ada
diarahkan dalam pengoperasian di lapangan.
Dalam konteks Perpres No. 20 Tahun 2018,
sejauh ini narasi tunggal telah beberapa kali dilaksanakan melalui media
Twitter. Bahkan, rangkaian tweet tentang Perpres TKA dengan hashtag
#TKATerkendali dan #PerpresTKAPenting berhasil menjadi trending topic secara
organik. Keberhasilan narasi tunggal Perpres Penggunaan TKA dapat dicapai
dengan melibatkan akun media sosial lintas kementerian dan Jejaring Informasi
Ketenagakerjaan.
Sepanjang penggunaannya sebagai mekanisme
edukasi dan diseminasi Perpres TKA khususnya yang ditempuh via Twitter, narasi
tunggal relatif berhasil. Paling tidak jika ditilik dari sisi terwujudnya
koordinasi komunikasi yang baik di antara kementerian lintas sektor.
Sedangkan untuk mengukur keberhasilan dari
sisi efektivitas, tentu diperlukan teknis khusus yang memerlukan sumber daya
lebih. Maka, yang dapat dilakukan sementara ini adalah optimalisasi normative
terhadap implementasi narasi tunggal.
Pertama, intensitas narasi tunggal harus
terus ditingkatkan. Jika diperlukan, konten narasi tunggal dapat dipublikasikan
tidak hanya sekali waktu saja untuk memperluas jangkauan penerima dan pembaca
narasi tunggal.
Kedua, narasi tunggal perlu melibatkan lebih
banyak pihak. Sampai saat ini proses penyebaran narasi tunggal hanya melibatkan
kalangan terbatas di lingkungan pemerintah baik pusat maupun daerah. Meski
demikian, tidak menutup kemungkinan masyarakat umum dengan kesadarannya juga
ikut menyebarkan konten secara mandiri untuk mendukung kinerja pemerintah.
Intensitas interaksi sosial dan penyebaran informasi melalui media sosial semakin
mendesak pemerintah untuk melibatkan seluruh lapisan sosial masyarakat di luar
pemerintah untuk ikut andil dalam penyebaran konten narasi tunggal.
Ketiga, narasi tunggal harus mengeksplore
lebih jauh terkait kebijakan dan agenda pembangunan nasional di seluruh bidang.
Sejauh pengamatan penulis, masih banyak program pemerintah yang belum
disampaikan ke masyarakat melalui narasi tunggal. Hal ini akan mempengaruhi
penilian publik terhadap pemerintah. Konten informasi maupun edukasi yang
disampaikan melalui narasi tunggal akan memberikan pemahaman yang utuh kepada
masyarakat dengan jangkauan pembaca yang semakin luas. Hal ini juga akan
mengurangi porsi kesalahpahaman masyarakat dalam memahami atau menafsirkan
kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Perpres TKA merupakan contoh pemanfaatan isu
yang mampu menggiring opini publik ke arah negatif dan membuat kegaduhan. Isu
ini seolah memberikan kesan bahwa pemerintah lemah dan lengah dalam pengelolaan
Tenaga Kerja Asing. Belakangan, DPR RI merespon isu TKA dengan mengambil
anacang-ancang untuk membentuk Pansus guna membahas Perpres TKA dan kabar
serbuan TKA ke Indonesia. Di sisi lain, Kemenaker RI dengan responsif menjawab
melalui pembentukan Satgas demi meningkatkan pengawasan TKA. Namun peran
pemerintah tentu tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan semua pihak
untuk mensukseskan agenda pembangunan nasional demi kesejahteraan
bersama.
Akhirnya, sebagai
unsur pemerintah yang telah memiliki instrument edukasi-diseminasi bernama
narasi tunggal, sudah selayaknya kita menguasai pengoperasiannya untuk kemudian
menggunakan dengan sebaik-baiknya. Narasi tunggal bukanlah sesuatu berkekuatan
magis yang dapat dengan sekejap mampu melahirkan keberhasilan dan perubahan.
Oleh karena itu, diperlukan spirit jejaring dan kolaborasi banyak pihak.
Evaluasi dan perbaikan secara berkala menjadi kunci keberhasilan narasi tunggal
dalam menyampaikan informasi, edukasi, kebijakan, dan setiap agenda pembangunan
nasional kepada masyarakat.
[Tulisan sebelumnya telah dimuat di Majalah MPower, Majalah
Kementerian Ketenagakerjaan RI, Edisi Triwulan II 2018]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar