(sumber gambar: gazebo.id) |
Indonesia
patut bersedih. Koesyono Koeswoyo, legenda besar musik Indonesia, wafat (05/01).
Koesyono, yang lebih dikenal sebagai Yon, menghembuskan nafas terakhir setelah
cukup lama menderita komplikasi diabetes. Indonesia kehilangan maestro yang
tiada bakal terganti.
Yon
adalah gitaris merangkap vokalis band legendaris Koes Plus. Bagi anak-anak
zaman saiki, Koes Plus adalah perkara
asing yang tidak menarik. Tapi tanyakan kepada Simbah, Pakdhe, dan Bapak kita
siapa Koes Plus, maka beliau-beliau akan antusias bercerita betapa banyak lagu
Koes Plus tandas menjadi kenangan abadi.
Terlalu
banyak yang harus diceritakan perihal Koes Plus. Maka jalan tengah terbaik yang
paling realistis adalah mencari sepenggal kisah yang bisa diuraikan dalam satu
kesempatan. Kali ini, kisah saya pilih dari salah satu lagu Koes Plus yang
paling masyhur, “Andaikan Kau Datang.”
***
Sebagaimana
hal-hal lain di kehidupan yang seringkali disalahpahami, demikian pula
sebetulnya yang terjadi pada lagu “Andaikan Kau Datang”. Kesalahpahaman itu
sejatinya tidak dapat dipersalahkan, karena memang ruang penafsiran seluas-luasnya
dimiliki penikmat. Suka-suka saja mau dikira tentang apa itu lagu.
Selama
ini, “Andaikan Kau Datang” dipercaya sebagai lagu yang menuturkan tentang cinta
antara dua insan manusia. Kepercayaan itu sah-sah saja, karena liriknya memang
nampaknya bercerita tentang itu. Tapi, kepercayaan itu harus segera dihapuskan.
Pada 29 November 2015, Yok dan Nomo Koeswoyo ikut serta dalam acara Maiyahan di Tuban
bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Malam itu, Yok menyinggung proses penciptaan
“Andaikan Kau Datang”. Yok bercerita, sebenarnya lagu “Andaikan Kau Datang”
bukanlah lagu yang diniatkan oleh Tonny Koeswoyo (kakak dari Nomo, Yon, dan
Yok) untuk menyanyikan kisah kasih lelaki dan perempuan. Sebagai informasi,
Tonny telah dipanggil Sang Khalik pada tahun 1987 karena menderita kanker usus.
Sebelum
memasuki penjelasan tentang maksud lagu “Andaikan Kau Datang”, perlu rasanya
dipanggil kembali ingatan tentang bagaimana sebenarnya bunyi lirik yang
memainkan peran penting di lagu ini. Dalam refrain,
lagu asli berbunyi “andaikan kau datang
kemari”. Namun belakangan ini, kalimat tersebut mengalami pengubahan bunyi
menjadi “andaikan kau datang kembali”.
Kata “kemari” berubah menjadi “kembali”.
Dalam
acara-acara seperti reunian, halal bi
halal, pernikahan, dan lain sebagainya, para biduan dan dermawan penyumbang
lagu jamak terdengar menggunakan “kembali”.
Saya tak tahu persis, mulai kapan “kemari”
berubah menjadi “kembali”. Mungkin,
mungkin ya, perubahan itu dimulai saat muncul album Salute to Koes Plus tahun 2004 yang diprakarsai Erwin Gutawa.
Pada
album dimana saya juga sempat membeli kasetnya itu, lagu “Andaikan Kau Datang”
dinyanyikan oleh penyanyi wanita bersuara dahsyat, Ruth Sahanaya. Nah, ia menggunakan “kembali”. Kemudian, Noah dalam album Sings Legends (2016) ikut menyanyikan “Andaikan Kau Datang” dan juga memilih
gunakan “kembali.”
Baiklah,
kembali ke makna lagu. Yok meneruskan, saat Tonny sakit, ia membuka tabir
rahasia niat awal penciptaan “Andaikan Kau Datang”. Tonny berkata, lagu itu
berisi pengandaian bagaimana keadaan saat nanti ia telah meninggal dunia. Saat
dimana apapun sudah tidak dapat diputar kembali.
Potongan
lirik “setelah aku jauh berjalan, dan kau
ku tinggalkan” menarasikan saat roh berpisah dengan jasad. Kata “kau” dalam refrain “andaikan kau datang
kemari” dimaksud sebagai kata ganti malaikat yang menghampiri untuk bertanya
kepada kita di alam kubur. “Jawaban apa
yang ‘kan kuberi” merujuk kepada ketakutan tentang jawaban apa yang tepat
untuk merespons pertanyaan malaikat. Yok merinci, lagu ini tercipta pasca Tonny
belajar mengaji dan diterangkan tentang kehidupan setelah mati oleh Pak Kiai.
Yok
melanjutkan, Tonny sengaja menggubah suatu lagu yang bermakna mendalam seperti
itu dengan nuansa percintaan anak remaja. Itu semata agar lagu dapat menjangkau
khalayak yang luas, agar pesan tersebar merata. Sekarang, rasakan apakah
perubahan “kemari” menjadi “kembali” berpengaruh dalam bangunan
lagu..
***
Setelah
Yon berpulang, praktis Koes Plus secara de
facto tidak lagi berkiprah. Karena dalam beberapa tahun ke belakang, hanya
Yon yang tersisa sebagai personel asli. Setelah Yok memilih rehat dan Murry
tutup usia, Yon satu-satunya yang masih bertahan tampil dari panggung ke
panggung ditemani musisi muda sebagai additional
player.
Sekarang,
sudah tiada lagi musisi-musisi yang tampil, bermusik, dan bergaya hidup murni sederhana.
Koes Plus bukan sekumpulan virtuoso,
mereka hanyalah musisi dengan skill
selumrahnya dan bersenjatakan chord dasar
untuk melagukan kehidupan. Lagu-lagu mereka bukan lagu dengan progresi rumit dan
sulit untuk dibawakan. Lagu-lagu mereka adalah nyanyian hati.
Dari
balik kesederhanaan, mereka menawarkan 1000-an lagu yang mewarnai hidup jutaan
manusia. Lagu-lagunya tidak akan ikut hilang bersama pendendangnya. Koes Plus
abadi bersama kenangan yang telah ditinggalkannya.
Cak
Nun menulis: “Koes, Bersaudara maupun
Plus, tidak mempertandingkan diri, tetapi mereka ‘pilih tanding’. Mereka tidak
membandingkan diri dengan siapapun lainnya, tetapi mereka tak terbandingkan.
Karya mereka, terutama Mas Tony, bukan hanya ratusan, melainkan ribuan. Semuanya
enak, semuanya sedap, semuanya nyamleng, karena semua karya mereka adalah
jiwa orisinal semua pendengarnya. Setiap orang yang baru mendengar lagu Koes
Plus, merasa sudah pernah mengenal bahkan menghafalnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar