(sumber gambar: leftleave.org) |
Tanggal
17 November 2017, akun resmi Instagram Ada Band mengumumkan Donnie Sibarani
tidak lagi berposisi sebagai vokalis. Tidak seperti band lain yang menutupi
keluarnya personel dengan bersembunyi di balik alasan ketidakcocokan, Ada Band
menulis keluarnya Donnie karena yang bersangkutan ingin fokus beribadah. Satu
lagi musisi yang menemani hari-hari, memilih jalannya sendiri..
Ada
Band pertama kali saya kenal melalui lagu “Ough”
di tahun 1999. Saat itu, Ada Band masih diperkuat Ibrahim Imran (Baim) sebagai
vokalis merangkap lead guitar. Selain
itu, ada Dika (bass), Iso (keyboard, suami Fla Tofu), E’el (drum, mantan suami
Dea Mirella), dan Krishna Balagita (keyboard). Ketika itu, lagu-lagu Ada Band
bernuansa rock dengan unsur elektronik yang disisipi lengkingan suara tinggi
Baim. Lagu “Ough”, “Tiara”, dan “1000 Bayang” adalah beberapa hits
yang sempat mereka lempar.
Tak
berapa lama, formasi tersebut kocar-kacir.
E’el dan Iso keluar, menyusul kemudian Baim. Tidak tanggung-tanggung, yang
hengkang termasuk seorang vokalis, sosok yang sering dianggap representasi
identitas band. Kontan saja, Ada Band terancam berubah nama menjadi Ngga Ada
Band.
***
Ada
Band rupanya masih eksis. Mereka tetap ada dan menawarkan vokalis yang sama
sekali baru bernama Donnie Sibarani. Donnie berasal dari Surabaya dan belum
tercium kiprahnya dalam dunia musik Indonesia. Ia benar-benar kinyis-kinyis.
Tapi
jangan salah, Donnie langsung mampu memikat penggemar baru. Album-album Ada
Band di era Donnie laris manis. Donnie hembuskan nafas baru bagi Ada Band.
Mereka seperti terlahir kembali dengan konsep musik yang segar. Donnie membawa
pengaruh besar.
Saat
vokalis pergi, bayangan kehancuran band muncul di depan mata. Namun itu tidak
terjadi pada Ada Band. Mereka mampu bertahan dan relatif lebih sukses daripada
saat masih berjalan dengan formasi awal. Bahkan, kedatangan Donnie dapat
dikatakan mengubah cetak biru musik mereka.
Era
Baim dicirikan dengan sound-aransemen
yang bernuansa rock, dan ini saya rasa demi mengimbangi karakter vokal Baim
yang mudah menjangkau nada-nada tinggi. Sedangkan, Donnie dengan range suara antara bariton dan bass, dituruti
personel lain melalui lagu-lagu pop manis melodius yang easy listening.
Lagu-lagu
hits di era Donnie banyak dicetak
oleh Krishna Balagita. Krishna pula yang bertanggung jawab dalam munculnya denting
piano yang elegan dalam lagu-lagu mereka. Tanpa bermaksud menafikan peran
personel lain, Krishnalah yang pantas disebut sebagai peletak dasar musik Ada
Band era itu.
Langkah
awal era Donnie ditandai dengan lagu “Masih
(Sahabatku Kekasihku)”, sebuah pop anggun nan elite. Komposisi vokal Donnie yang lembut diiringi perpaduan rapi
ritme gitar Marshal, bass Dika, melodi piano Krishna, dan tempo yang dijaga
secara dewasa oleh Rama Moektio. Tak heran, lagu ini langsung menarik minat pendengar
yang didominasi para gadis, mamah muda, dan lelaki berhati merah jambu.
Mulai
dari sana, Ada Band seperti tak terbendung. Lagu-lagu maut dengan lirik yang
dipikirkan masak dan musik yang santun terus saja diproduksi. Angka penjualan
album stabil di angka tinggi.
***
Semua
orang tahu, lagu mempunyai daya ungkit yang kuat hingga kenangan tiba-tiba menguar
begitu saja. Begitu pula lagu-lagu Ada Band bagi saya. Di jejak-jejak
kehidupan, lagu Ada Band hadir menghiasi dan di masa depan terpanggil kembali
saat lagu diperdengarkan.
Lagu
“Ough” tenar saat saya masih SD kelas
5. Lagu itu mengingatkan saat bersama paman dan kakak sepupu menuju sisi utara
kecamatan kami. Perjalanan-perjalanan selama sekitar 30 menit itu rutin kami
lalui seraya bercengkerama tertawa-tawa. Kami menuju ke sentra industri sale
pisang dimana saat itu menjadi bisnis paman kami.
Lagu
“Masih (Sahabatku Kekasihku)” mengingatkan
situasi akhir-akhir SMP kelas 3 dan awal masa SMA. Lagu itu mengingatkan episode
kegundahan buah konsekuensi problematika khas remaja tanggung. Video klip
“Manja”, single kedua di album Metamorphosis
dirilis saat saya memasuki usia kelas 2 SMA.
Saat
memasuki pertengahan kelas 2 SMA, Ada Band merilis album Heaven of Love dengan hits
single “Manusia Bodoh”. Lagu ini
hiasi perjalanan kami menuju Bali dalam rangka study tour di Januari 2005. Kami gitaran, nyanyi, dan guyon tiada
henti.
Lagu
itu pula ingatkan masa lirik-lirikan dengan seorang gadis semampai. Maaf tak
saya sebutkan ciri lain gadis itu, karena rahasia yang sekian tahun saya simpan
di kalangan terbatas bisa-bisa bocor. Halah.
Begini,
sebut saja gadis itu Marni. Yang saya yakini, Marni mencintai saya. Bagaimana
tidak, lha dia ngirim salam duluan je. Bahasa
tubuhnya jelas terlihat ungkapkan rasanya. Tenin!
Beribu
petualangan kehidupan terlalui, lalu sampailah di jenjang akhir SMA. Di kelas 3
inilah saya temukan gadis yang kelak menjadi Bu Ryan. Di masa ini, terjawab
pula keyakinan bahwa Marni memang menaruh rasa pada saya. Uhuk. Marni rupanya teman dekat Bu Ryan, lalu saat ia tahu Bu Ryan
dan saya menjalin kasih, sontak ia tak sudi bertegur sapa dengan Bu Ryan. Ealah doi mutung, gaes..
Di
masa awal dekat dengan Bu Ryan, lagu yang menemani adalah “Kau Auraku” dan “Setengah
Hati”. Dua lagu yang sering kunyanyikan dengan genjrengan sambil membayangkan gingsul yang menyembul saat ia
tersenyum. Uwuwuwu..
Sudah
ya, kok malah tsurhat ngga penting ehe. Kembali ke Ada Band~
Di
masa pertengahan menjelang akhir kelas 3, Ada Band merilis album Romantic Rhapsody. Album inilah yang
telurkan lagu-lagu yang banyak munculkan kenangan bagi saya. Single pertama lagu ini adalah “Karena Wanita (Ingin Dimengerti)”.
Ada
Band semakin berkesan bagi saya, karena rupanya Bu Ryan penggemar berat Ada
Band. Dia ngefans banget sama Mz
Donnie. Kata bijak bestari, apa yang disukai orang yang disayangi akan membuat kita
turut menyukai. Begitulah kira-kira yang terjadi pada saya. Sebelum dengan Bu
Ryan, musik cadas dan macholah yang menjadi kegemaran saya. Sejak dengannya,
Ada Band ikut menambah khasanah musik saya.
***
Ringkas
cerita, kami berdua sama-sama diterima kuliah di Bogor sana. Masa registrasi
awal, mahasiswa dikumpulkan di Ghra Widya Wisuda. Di sini, mahasiswa ditanyai
segala thethek bengek tentang biaya
pendaftaran, mekanisme tes urine, dan lain-lain apa saja saya lupa. Di
sela-sela itu, mahasiswa yang berani dipersilahkan menunjukkan bakatnya di atas
panggung. Entah iblis apa yang merasuki Bu Ryan, ia yang pemalu tiba-tiba
menuju panggung dan nyanyikan “Senandung
Lagu Cinta” disaksikan ribuan pasang mata mahasiswa baru dan bapak ibunya.
Turun dari panggung, seorang petugas keamanan berlari ke arahnya dan bertanya: “Mbak, itu lagu Ada Band yang baru ya?”
Setelah
tunai urusan administrasi, kisah sejati masa kuliah dimulai. Kampus kami tak
seperti kampus lain yang membebaskan mahasiswa akan tinggal dimana. Setahun
pertama, kami diwajibkan menghuni asrama.
Saya
mendapat jatah kamar paling ujung bernomor 270 asrama C3. Asrama putra
mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB ini terletak di tengah-tengah suasana
yang jauh dari permukiman. Asrama kami dikelilingi pohon-pohon tinggi dan
kicauan kutilang. Sejuk sekaligus
ngelangut. Untuk ke pusat keramaian di Jalan Babakan Raya, tak kurang
sekitar 1,5km harus kami tempuh berjalan kaki. Itulah pertama kali dalam hidup,
tumit saya perlu diolesi Vaseline
Intensive Care karena pecyah-pecyah.
Karena
kami termasuk mahasiswa yang masuk lewat jalur tanpa tes, kedatangan kami mendahului
mahasiswa jalur SPMB. Kami datang lebih dulu sekitar dua bulan sebelum mereka.
Walhasil, suasana asrama yang terdiri dari lorong-lorong, tak jauh beda dengan
suasana kuburan yang jarang diziarahi.
Di
tengah kondisi seperti itulah Ada Band hadir melalui lagu “Surga Cinta” dari Nokia flip
seri 6131 milik Giri, teman senasib asal Cianjur. Ia penghuni kamar 271, percis di depan kamar saya. Kamar itulah
saksi masa-masa awal di Bogor dimana jadwal kuliah masih jarang, sebab kami
hanya mendapat satu mata kuliah yaitu Kimia atau Matematika. Di sela-sela
kuliah, saya sering ke 271 untuk bertukar cerita sebagai sesama anak rantau dan
mengalunlah “Surga Cinta” disusul “Haruskah Ku Mati”. Giri, anjeun dimana ayeuna?
Beberapa
hari lalu, “Surga Cinta” mampir di
telinga karena jadi playlist teman seruangan. Seketika, ruang kerja menjelma
menjadi kamar asrama. Meja komputer, buku-buku kerja, dan kursi berubah menjadi
dipan tingkat, meja belajar, dan lemari-lemari yang kehilangan handle pintunya. Sehebat itu memang
kekuatan lagu.
Saya
mendapat kesempatan untuk secara langsung menonton konser Ada Band di Desember
2012 ketika mereka ditanggap di acara kantor kami. Saat saya tahu Ada Band
menjadi pengisi acara, hal pertama yang saya perbuat adalah menghubungi Bu Ryan
untuk pamer. Dia yang penggemar sejati justru kalah duluan bisa nonton Ada Band langsung dengan saya yang cuma nunut menggemari.
Kesempatan
baginya tiba saat Ada Band konser bersama Sheila on 7 di Yogyakarta pada 20
Februari 2016. Konser itu saya rasa memang khusus dibuat untuk kami berdua. Lha gimana to, saya fans So7, dia fans
Ada Band, kok ya mereka bisa konser
bareng ‘kan. Kami girang sekali.
***
Ada
Band yang sedang mapan-mapannya, tiba-tiba ditinggal Krishna. Kurang paham
apakah ia keluar saat pembuatan album Harmonious
(2008) atau sesudah album selesai. Yang pasti, di video klip “Baiknya” Krishna sudah tidak tampak.
Kehilangan
Krishna adalah kehilangan besar. Menurut saya, kehilangan itu seperti O.M.
Monata kehilangan Cak Slamet. Sebuah kehilangan fundamental.
Benar
saja, pasca Krishna keluar, Ada Band terengah berjuang mencari-cari arah.
Krishna terlanjur menancapkan kukunya terlalu dalam. Sepeninggalnya, Ada Band
memilih untuk berjalan dengan tiga personel (Donnie, Dika, dan Marshal) tanpa
ada pengganti Krishna, karena memang tidak terganti.
Dengan
tertatih, Ada Band tetap berjalan dan pada 2011 memilih untuk merekrut secara
tetap mantan drummer Tipe-X, Aditya Pratama. Mereka terus berkarya dengan musik
yang lebih didominasi sound gitar
Marshal. Sempat pula membawa konsep electronic
dance music di album kompilasi Masa Demi Masa (2013). Saya masih sesekali
mendengar kiprah mereka melalui “Pemujamu”,
“Intim Berdua”, “Takkan Bisa”, dan “Kucuri Lagi Hatimu.”
Sekarang
tanpa Donnie, Ada Band tetap bertahan. Terpantau, mereka sempat memakai additional vocalist wajah baru yang tidak
terdeteksi identitasnya. Baru-baru ini, mereka beberapa kali memakai jasa Dudi
(ex-vokalis Yovie & Nuno) dan saya setuju apabila Dudi direkrut menjadi
vokalis tetap. Secara karakter, suara Dudi tidak jauh berbeda dengan Donnie.
Misal fixed dengan Dudi, Ada Band
bisa tancap gas tanpa perlu banyak penyesuaian. Lagipula, Dudi bukan orang baru
di musik dan cukup berpengalaman. Kecuali, mereka ingin mengulang masa lalu
dengan mengubah warna musik melalui vokalis yang sama sekali berbeda karakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar