“Om
Telolet Om” dalam dua hari ini menjelma menjadi frase yang demikian jamak diungkapkan
netizen. Jangkauannya tidak hanya di lingkup geografis Indonesia, namun netizen
bahkan selebritas dunia ikut-ikutan demam “Om Telolet Om” (OTO). Kolom komentar
Instagram, reply, dan quote tweet dipenuhi OTO. Video-video
yang tersebar juga tak mau kalah menampilkan. Seketika, OTO menjadi fenomena
dan komoditas pemberitaan dimana-mana.
Yang
saya herankan, entah mengapa OTO baru ramai dibahas hari-hari ini. Padahal,
portal-portal berita sudah pernah mengangkatnya sekian bulan lalu. Pertengahan
September, saat saya menempuh perjalanan menggunakan bus, anak-anak pun sudah meneriakkan
OTO ke bus yang saya tumpangi.
***
Konon,
fenomena OTO diawali dari daerah Jepara, dimana anak-anak usia SD berdiri di
tepi jalan meneriaki bus besar yang lewat agar membunyikan klakson. Sekumpulan
anak itu terobsesi pada bunyinya. Mereka juga merekamnya ke handphone, lalu digunakan sebagai ringtone atau diarsipkan untuk dipamerkan
kepada teman-teman.
Sejauh
yang saya tahu, anak-anak berkumpul di tepi jalan, lalu berteriak demi
mendapatkan sesuatu yang tak berwujud hanya benar-benar terjadi di Indonesia.
Fenomena OTO ini rasa-rasanya peristiwa autentik dan orisinal yang belum pernah
terjadi dimana pun selain di tanah air. Absurd
memang, tapi tak ada yang salah dan sungguh menyenangkan mengamatinya. Unik,
unik sekali.
***
Tiga
atau empat bulan ke belakang, Indonesia disibukkan dengan kabar penistaan agama
yang diduga dilakukan Basuki Tjahaja Purnama. Pemberitaan, media sosial, dan obrolan
warung kopi membahasnya. Semua orang memberikan perhatian pada kasus sensitif
tersebut.
Di
sisi lain, gontok-gontokan para buzzer dan simpatisan calon gubernur DKI
setiap hari meriuhkan timeline
Twitter. Kemarin, kabar pembunuhan dubes Rusia di Turki menjadi pembahasan
dunia. Kasus terorisme yang mengancam keamanan nasional masih terus ada. Kesedihan
mendalam datang dari perang Suriah dan kasus Rohingnya yang tak kunjung usai.
Tiap
hari kita disuguhi hard news yang
berpotensi menimbulkan emosi negatif. Apabila terus-menerus terpapar dan
disuguhi kabar-kabar berat, maka batin akan lelah, gampang marah, dan timbul
efek-efek tak baik lainnya. Sewajarnya, manusia normal tetap harus mendapat
penyeimbang melalui hal-hal yang bernuansa rekreatif.
Tiba-tiba,
oase muncul dari hal yang tak disangka-sangka. Pelepas penat datang dari
kejadian yang belum pernah terlintas di pikiran. OTO mampu menjadi penyegar di
tengah berita-berita yang menyesakkan dada. OTO mampu menyairkan ketegangan. Konten
berbagai platform media sosial yang
biasanya berisi kebencian, berita palsu, dan hasutan seketika penuh canda tawa
dan keceriaan.
***
Sebelum
OTO ramai, klakson bus adalah bunyi yang memekakkan telinga dan tak jarang
membuat pengendara lain terkaget-kaget karena tingkat decibel yang tinggi. Bahkan sang sopir sering disumpahserapahi karena
rentetan bunyi yang seolah mengintimidasi.
Sekarang,
klakson bus tak lagi sama. Melalui OTO, klakson bus sekejap berubah menjadi
berstatus most wanted. Anak-anak,
polisi, gadis, dan pemuda tak malu berdiri di tepi jalan sambil membawa handphone dan kertas bertuliskan OTO.
Jika keinginan mereka dilunaskan, maka akan tampak ekspresi kegembiraan yang meluap-luap.
Jingkrak-jingkrak, tawa bahagia, dan jogedan
tertampil setelah telolet dibunyikan.
Membuat siapapun yang menyaksikannya ikut tersengat frekuensi kebahagiaan.
Dalam
konteks keadaan Indonesia yang sedang dilanda berbagai problematika, OTO muncul
sebagai media pelepasan. Akumulasi kabar menegangkan sedikit demi sedikit
diluruhkan oleh keceriaan akibat OTO. Jika kita tarik ke belakang, ke asal
muasal OTO, maka penghargaan dan kekaguman setinggi-tingginya patut kita haturkan
kepada adik-adik yang dengan kepolosan dan kemurniannya masih mampu jernih
dalam memproduksi kebahagiaan. Bagi kita, kaum dewasa, kebahagiaan identik
dengan sesuatu yang berkelindan dengan kerumitan dan biaya berjuta-juta.
OTO
bukanlah sesuatu yang berwujud bendawi. Lagipula tak dibutuhkan ongkos yang
mahal untuk mengaksesnya. Fenomena OTO mampu memotret keindonesiaan yang
sejati. OTO adalah cerminan kesederhanaan yang mampu dijadikan pelatuk tawa
ceria penuh euforia.
OTO
dapat dijadikan sebagai momentum bagi kita semua agar tetap mampu lahirkan
kebahagiaan dari hal-hal kecil yang sederhana. Berbagai permasalahan hidup dan
persoalan bangsa harus tetap mendapat porsi untuk dipikirkan, tetapi tentu
dengan tataran yang sewajarnya dan tak merenggut semua apa yang ada di diri
kita.
OM TELOLET OM!
BalasHapusBelku rusak je, om..
HapusAKu baru tahu soal "Om telolet om" beberapa hari lalu pas lagi ngobrol di wasap. Tapi pas itu gak ngeh OTO itu apaan. Trus ada temen lagi yang nyeletuk "Om telolet Om", pas nanya eh disuruh gugling. Trus isenglah ngintip di yutub dan baru ngeh OTO yang dimaksud itu kayak apa.
BalasHapusDuh! Aku kudet banget ya
"Yang saya herankan, entah mengapa OTO baru ramai dibahas hari-hari ini."
BalasHapusMungkin karena spamming ke seleb dunia terutama para DJ seperti DJ Snake, Marshmello, Francis Dillon dll, yang diterima dengan baik oleh para DJ dan jadi booming deh!
Salam kenal, senang bisa mendarat di sini :)