(sumber gambar: acquris.se) |
Musik bukan hanya hiasan
dunia berupa bunyi-bunyian. Musik adalah suatu sektor yang dihuni oleh banyak
orang untuk bergantung hidup. Cukup logis rasanya, di tahun dimana akan terjadi
suksesi kepemimpinan nasional ini, kita mencari presiden yang peduli dengan
dunia musik Indonesia. Musik adalah sisi yang seksi untuk dimaksimalkan
potensinya.
Seharusnya, dengan
memiliki presiden yang juga seorang musisi seperti Pak SBY, insan musik
Indonesia bisa tenang. Karena sebagai musisi yang cukup produktif dalam merilis
album, setidaknya Pak SBY bisa berempati kepada pelaku industri musik yang
sedang kelimpungan menghadapi
pembajakan. Namun sejauh ini, kepedulian beliau belum terpampang nyata dan secara luas
terasakan oleh khalayak musik domestik. Mungkin Pak SBY tidak merasakan
langsung pahitnya dibajak, karena Pak SBY bermusik hanya untuk hobi dan
penyeimbang hidup.
Sebenarnya kita juga tak
bisa secara serampangan menyalahkan Pak SBY secara personal. Karena pembajakan
adalah muara permasalahan kompleks yang di dalamnya terdapat beragam faktor.
Mulai dari tingginya harga produk rekaman musik yang bagi beberapa lapis
masyarakat masih dirasa memberatkan, sampai pada problematika mentalitas
masyarakat kita yang belum memiliki apresiasi yang baik terhadap hak cipta atas
karya seni.
Rezim SBY sebenarnya tak
tinggal diam, dan tidak bisa juga dikatakan tak aware dengan industri kreatif. Hal itu dibuktikan dengan
dibentuknya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Di samping itu, sejak
satu dasawarsa yang lalu, tanggal 9 Maret ditetapkan sebagai Hari Musik
Nasional. Tetapi, output dan outcome dari adanya institusi dan
penetapan tersebut belum cukup berefek kepada pelaku dan penikmat musik. Di mal
dan tepi jalan masih mblader mp3 DVD
bajakan. Situs yang menyediakan fasilitas unduh musik ilegal dapat dengan mudah
kita jumpai. Karena memang yang
dilakukan sejauh ini masih sebatas event
seremonial seperti lomba-lomba, pemberian penghargaan dan larangan menyetel
lagu-lagu Barat di radio/televisi.
Akhirnya, yang paling
realistis adalah, kita gantungkan harapan kepada sosok pemimpin yang tahun ini
akan duduk di tampuk kepemimpinan. Apakah ia peduli terhadap musik dan
industrinya. Harusnya, para calon presiden sadar akan ranumnya potensi industri
kreatif, musik khususnya, untuk diolah sebagai bahan kampanye. Untuk kemudian,
jika kelak terpilih, dengan niat tulus direalisasikan dan dijadikan sektor yang
mendapat cukup perhatian.
Tidak melulu tentang
pertanian, pertambangan, hukum, politik, musik pun perlu dilirik. Jutaan orang
kiranya bermain di sektor itu. Selain dari segi lapangan kerja, industri musik
jika digarap secara serius akan menaikkan martabat bangsa di mata dunia. Apakah
mereka tak sadar jika selama ini Amerika Serikat dan Inggris menjadi bangsa
besar salah satunya karena para musisi mengharumkan nama tanah airnya?
Apakah para calon
presiden terlalu sibuk wira-wiri
kesana kemari menawarkan diri, hingga tidak mendengar gegap gempita kejayaan
K-Pop? Apakah mereka tidak tahu bahwa K-Pop itu diskenario secara rapi oleh
pemerintah Korea Selatan untuk menaikkan pamor negara melalui seni?
K-Pop bisa menembus
batas negara, bahkan Amerika Serikat sebagai pusat musik dunia mengakui
kehebatannya. Namun, tidak banyak yang tahu dan peduli bagaimana K-Pop bisa
sejaya itu. K-Pop hanya sebuah jalaran
yang dipilih negeri Bulgogi untuk menawan mata dunia. K-Pop diolah secara sungguh-sungguh di bawah kendali pemerintah
Korsel. Audisi dihelat untuk memilih warga negara biasa, kemudian dipoles dan
dinaikkan nilai jualnya. Sanggar-sanggar didirikan untuk mendidik para pemuda
agar mahir menyanyi dan menari. Sekian bulan waktu dibutuhkan untuk melatih dan
menyeleksi, sebelum para pemuda-pemudi itu di-launch ke dunia hiburan.
Tidak cukup dari segi
teknis, promosi pun dilaksanakan secara besar-besaran. Dengan berbagai macam
cara dan media. Tentu, semua itu berjalan dengan manajemen dan kepemimpinan yang
visioner. Mereka tahu bahwa kaum muda adalah kaum potensial yang selalu mencari
tokoh idola dan panutan. Korsel paham betul terhadap hal tersebut, lalu tambang
emas yang ada sejak lama itu mereka eksplorasi dan eksploitasi.
K-Pop merajalela kemana-mana.
Boyband dan girlband tumbuh subur di berbagai negara, tidak terkecuali di
Indonesia. Amerika bahkan ikut-ikutan mengidolakan. Tengok itu bagaimana Super
Junior dan SNSD demikian tenar di sana. Contoh kecil saja, bahkan ada rekan
kerja saya terbang jauh-jauh dari Yogya ke Thailand untuk menyaksikan konser
mereka. Lho ini ‘kan luar biasa dan memang pantas didapatkan Korsel yang telah
susah payah mengelolanya.
Indonesia sebagai negara
yang jauh lebih kaya keanekaragaman seni budayanya, nampaknya harus segera
malu, lalu berpikir. Tidak kurang-kurang, berapa banyak seni tari, seni musik
dan seni drama yang kita miliki, namun belum ada tangan besar nan kokoh mencoba
menggapai, menolong dan menampilkannya. Sebenarnya, hanya dibutuhkan sedikit
kepedulian dan kejelian untuk mengentaskan kesenian Indonesia dari inferioritas.
Musik dan industrinya
jika diperhatikan juga akan mampu mereduksi bahaya laten konflik sosial horizontal.
Lihat itu bagaimana ribuan orang berbaur di lapangan untuk menyaksikan konser
musik, bersatu dan bernyanyi bersama. Mustahil satu lapangan itu diisi oleh
orang-orang dari satu etnis, dan relatif mereka damai-damai saja ‘kan? Apakah para calon presiden itu tak
pernah mendengar ungkapan bahwa dua hal yang bisa menyatukan dunia adalah
olahraga dan musik?
Rasanya tidak berlebihan
jika melihat capres selain dari visi misi politik dan kebangsaan, seyogyanya kita
juga melihatnya dari sisi apakah ia peduli pada musik dan industrinya. Karena,
jangan salah, di dalam kepedulian terhadap musik dan industrinya, secara
otomatis akan terkandung kepedulian terhadap penegakan hukum dan sehatnya
perekonomian bangsa. Hukum yang berwibawa pada waktunya akan membuat jera para
pembajak. Cemerlangnya industri musik khususnya dan industri kreatif pada
umumnya akan membawa pada perbaikan perekonomian nasional.
Calon presiden harus sadar
dengan hal ini. Musik dan industrinya bukanlah sektor sempit dan gelap, karena di
sana tersimpan potensi dahsyat untuk dimaksimalkan demi Indonesia yang
sejahtera. Mari kita tunggu, apakah ada calon presiden yang menawarkan program
konkret di sektor ekonomi kreatif..
Musisi sejauh ini hanya
dipinjam suaranya di panggung untuk menarik massa agar berkumpul, lalu setelah
itu mereka dicampakkan ke sudut-sudut studio pengap.. (lebay ya? hehehe)
presiden kita sudah punya album,lho...hahaha
BalasHapusHehehe betul, mas..
Hapus