Tempo hari, di
acara talk show Bukan Empat Mata, sang host, Tukul
Arwana melemparkan celetukan terkait suatu bahasan yang menarik. Di sisi lain,
ungkapan itu justru dengan pas dapat dipakai sebagai representasi fenomena yang
sehari-hari terjadi di sekitar kita. Kalimat itu kurang lebih berbunyi: “Kamu
itu tetanggamu beli sepeda motor terus meriang, beli mobil masuk rumah sakit.
Kamu itu jenis manusia yang seneng liat orang susah, susah lihat orang seneng
eaaa eaaa eaaaa..”
Dalam hidup bertetangga di
suatu lingkungan, kita pasti mendapati dan otomatis menjadi saksi pasang surut
kehidupan tetangga kita. Di sana kita akan melihat sekaligus menjalani hidup
dalam rangka bersosialisasi. Pada suatu waktu, kita akan menjadi fokus
perhatian karena laku dan tindakan kita. Suatu saat, tetangga bergantian
mendapatkan porsi pembicaraan dan perhatian yang lebih. Begitulah dinamikanya.
Aneka peristiwa terjadi di
dalamnya. Mau tidak mau kita harus pandai untuk menyikapinya. Dengan berbagai
latar belakang kehidupan tetangga, kita harus pintar menempatkan diri dan
memberikan perlakuan yang sesuai dengan karakter dan pembawaan tetangga kita.
Intinya kita harus pandai membawa diri dimanapun kita berada.
Titik dimana tetangga kita
sedang berada di keadaan yang berlebih untuk kemudian diwujudkan dalam suatu
benda atau materi, maka di saat itu pula, kita mau tidak mau akan menyaksikannya.
Adalah wajar, ketika benda itu merupakan benda yang belum mampu untuk kita beli
dan miliki, kemudian menimbulkan rasa cemburu dan iri. Saat itulah kita
dituntut untuk bijak dalam melakukan penyikapan.
Jika memperturutkan rasa
cemburu dan iri, tak akan ada habisnya diri kita lelah menyaksikan segala yang
ada di luar kemampuan kita. Segera setelah itu, yang timbul kemudian adalah
rasa dengki. Bersiap-siaplah untuk berjauhan dengan kebahagiaan.
Iri dengki timbul karena hati
sedang didikte oleh perasaan negatif. Yang pada akhirnya akan menghilangkan
kemampuan kita untuk berpikir jernih dan objektif. Mungkin saja seseorang mampu
untuk berbuat dan membeli sesuatu, karena sebelumnya ia sudah berjuang sekuat
tenaga untuk wujudkan hal yang ia butuh dan inginkan. Kita terlampau sering
terburu-buru memberikan penilaian kepada seseorang tanpa kita mau tahu apa
alasan dan upaya yang ia lakukan sebelumnya untuk wujudkan sesuatu.
Pun rasa iri acapkali membuat
kita lupa bahwa orang yang satu dengan lainnya memiliki prioritas dan orientasi
yang berbeda untuk diwujudkan. Orang memiliki kebutuhan dan keinginan yang
berbeda-beda. Kita harus menyadarinya. Selain itu, watak karakter orang pasti
berbeda. Ada orang yang bisa menghemat pengeluaran dengan baik. Sampai untuk membeli
sesuatu selalu menggunakan perhitungan yang rumit. Ada pula orang yang
berkarakter semua ingin segera tercapai tanpa melakukan pertimbangan yang
cukup. Hingga memaksakan diri bahkan berhutang untuk membeli benda yang
diinginkan. Jadi, memang banyak sekali variabel dalam pengambilan keputusan di
tiap-tiap keluarga.
***
Hati kita panas melihat
tetangga membeli mesin cuci baru. Tanpa kita ambil peduli bahwa ia sudah lama menabung
atau berhutang untuk membelinya. Tanpa kita mau tahu sang suami sering
mengeluhkan kasarnya tangan sang istri karena sering mengucek baju dengan
deterjen yang keras pengaruhnya terhadap kehalusan kulit. Akhirnya mesin cuci
diprioritaskan untuk dibeli terlebih dahulu.
Kita mungkin belum bisa membeli
mesin cuci karena tidak ada upaya menabung. Ketika suatu saat misalnya sudah
ada biaya untuk membelinya, ternyata mesin cuci bukanlah menjadi hal yang
diutamakan untuk diadakan di rumah. Karena suami tidak masalah dengan kasarnya
tangan istri dan baju pun sudah sangat bersih dengan hanya diucek di aliran
sungai belakang rumah. Analogi sederhananya seperti itu.
***
Ketentraman tanpa rasa dengki akan
mudah kita wujudkan jika kita sadar bahwa rejeki itu tak pernah tertukar. Tuhan
adalah sebaik-baik pengelola rejeki. Ia tahu bagaimana harus
mendistribusikannya. Kebahagiaan akan muncul pada kita yang tidak sering
membanding-bandingkan kemampuan dengan mereka yang secara sumber daya apapun
memang ada di atas kita. Jadikan mereka sebagai contoh konkrit untuk motivasi
kita agar lebih produktif dalam berkarya.
Banyak sekali yang memberikan
tips dan trik untuk mewujudkan kebahagiaan. Salah satu yang terkenal adalah
dengan selalu melihat ke bawah. Melihat kepada mereka yang lebih menderita dan
menyedihkan. Menurut saya itu cara yang naif untuk mengecap kebahagiaan.
Mengapa harus “mengorbankan” kesedihan dan kepedihan orang lain semata-mata
agar kita mampu bersyukur? Mengapa kita tak bisa bahagia dengan hanya bersyukur
bahwa Tuhan sudah memberi yang terbaik untuk kita?
Dengan berdamai pada keadaan
sambil terus berupaya memaksimalkan potensi diri, percayalah rejeki akan datang
dengan sendirinya. Rejeki itu mengikuti usaha dan doa kita. Tuhan tidak akan
pernah zalim kepada hambaNya. Tuhan tidak akan pernah keliru dan tertukar dalam
membagi rejeki.. *benerin
jilbab*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar