Tiga hari ini, perhatian kita
teralihkan ke berita pengusiran pengungsi penganut aliran Syiah di Sampang,
Madura. Seperti sudah banyak diberitakan sebelumnya, di Sampang telah lama
terjadi konflik antara penganut aliran Syiah dan anti-Syiah. Konflik anti-Syiah
dan Syiah sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Konflik sudah berjalan sejak
ratusan tahun lalu dan terjadi tidak hanya di Indonesia, namun juga terjadi di
banyak negara.
Untuk latar belakang sejarah
konflik antara dua kubu tersebut, tidak akan dibahas di sini. Sudah banyak
sekali sumber yang menjelaskan mengapa mereka sulit untuk hidup rukun
berdampingan sejak dulu kala. Untuk konteks konflik di Sampang, warga Syiah
menjadi pengungsi di GOR Sampang sejak terusir dari tempat tinggalnya di
Agustus 2012 karena terjadi konflik dengan warga anti-Syiah di Desa Karang
Gayam Kecamatan Omben.
Menurut kronologi kejadian
berdasar hasil press release Kelompok Kerja Advokasi Hak
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Pokja AKBB) Jawa Timur kepada okezone.com,
pada Hari Rabu 19 Juni 2013 lalu, dikabarkan bahwa terdapat pengusiran
pengungsi Syiah yang dilakukan oleh beberapa pihak di GOR Sampang. Pengungsi
dipaksa untuk pindah ke rumah susun Pasar Induk Puspa Agro di Kota Sidoarjo.
Usaha pengusiran belum berjalan lancar sampai akhirnya pada Kamis 20 Juni
kemarin para pengungsi berhasil dipindahkan.
Pemberitaan mengenai pengusiran
warga Syiah Sampang dengan cepat menyebar dan menjadi kabar nasional. Banyak
pihak dari berbagai elemen masyarakat mengecam arogansi pihak pengusir. Mereka
menyayangkan, warga yang sudah terusir dari tempat tinggalnya dan harus
mengungsi di GOR kembali mendapatkan perlakuan tidak baik. Bahkan kembali
dipaksa berpindah ke tempat yang lebih jauh lagi.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur,
yang menjadi otoritas berwenang dimana lokasi kejadian berada, membantah telah
terjadi pengusiran warga Syiah dari tempat mengungsi mereka, GOR Sampang. Dari
pemberitaan di media massa, diketahui bahwa Wakil Gubernur Jawa Timur,
Syaifullah Yusuf meminta relokasi itu tidak disebut sebagai pengusiran, karena
dilakukan atas permintaan pengikut Syiah sendiri dan dituliskan dengan surat
pernyataan bermeterai. Pihak Pemerintah Provinsi menyatakan bahwa usaha
pemindahan itu dilakukan agar para pengungsi memdapatkan tempat tinggal yang
layak.
Konflik berkepanjangan antara
Syiah dan anti-Syiah di Sampang awalnya dipicu dengan vonis bahwa Syiah adalah
aliran yang sesat. Aliran tersebut dianggap sebagai suatu aliran yang tidak
benar dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun dalam perjalanannya, konflik
itu terjadi juga karena berbagai macam sebab, seperti konflik pribadi antar
tokoh Syiah dan anti-Syiah bahkan sampai dengan permasalahan politis. Berbagai
sebab tersebut mengerucut menjadi peristiwa perusakan, pembakaran dan
pembunuhan pada tanggal 29 Desember 2011 dan 26 Agustus 2012.
Pengusiran sekelompok warga
oleh sekelompok warga lainnya dari tempat tinggal pribadi, dengan mudah dapat
kita cap sebagai suatu perampasan hak yang sama sekali tidak bisa dibenarkan
dari segi hukum, kehidupan beragama, berbangsa dan bermasyarakat. Peristiwa
Sampang terjadi karena adanya rasa bahwa diri dan kelompoknya merupakan
kelompok yang paling baik dan benar. Kesombongan telah menyelinap di sudut hati
mereka. Kelompok lain lebih buruk dan hina jika dibandingkan dengan mereka.
Oleh karena itu kelompok yang dianggap salah dan buruk itu harus ditumpas dan
diusir sejauh-jauhnya.
Disayangkan, peristiwa tersebut
sepertinya tidak mendapat perhatian yang cukup dari pihak yang berwenang di
Sampang. Warga Syiah yang terusir dari tempat tinggalnya hanya ditampung di
sebuah gelanggang olahraga yang tentu saja jauh dari kata layak untuk tempat
berteduh dan bercengkerama bersama keluarga. Pihak berwenang seperti melakukan
pembiaran dengan tidak mengembalikan pengungsi ke rumah pribadinya. Hak mereka
sebagai manusia dan warga negara tidak bisa terjamin di tanah kelahirannya
sendiri. Kehidupan mereka selama berbulan lamanya terkatung-katung di tempat
yang tidak semestinya.
Saya tidak akan meninjau
permasalahan ini dari benar salahnya aliran yang mereka anut yaitu Syiah.
Jangkauan pengetahuan saya sangat jauh dari memadai untuk memberikan ulasan
terkait subjek itu. Namun, ijinkan saya berandai-andai. Jika misalnya aliran
tersebut memang salah dan sesat, apakah itu berarti ada kebebasan dan kekuasaan
yang sah bagi pihak lain untuk menghakimi, menyakiti, merampas hak, mengusir
dan membunuh mereka? Alasan yuridis formal dan hukum agama mana yang
mengijinkan hal-hal berbau barbarisme seperti itu?
Pembahasan masalah kekerasan
dan konflik horizontal yang terjadi di masyarakat majemuk akan lebih sehat jika
ditinjau dari sudut pandang kemanusiaan dan kehidupan bernegara, daripada
ditinjau dari sudut pandang agama. Kenapa seperti itu, karena sudut pandang
agama memiliki risiko tinggi untuk dijadikan titik pijak dalam meninjau
permasalahan konflik multi sebab seperti itu. Agama merupakan masalah sensitif
terkait subyektivitas masing-masing aliran agama yang dianut. Agama bagi mereka
yang belum dewasa dalam mengejawantahkannya akan memancing perasaan paling
benar jika dibandingkan dengan mereka yang berbeda, dan itu berbahaya dalam
hidup berdampingan di tengah masyarakat yang beragam dan belum bijak dalam
menyikapi perbedaan.
Jika kita bisa dengan jernih
memandang masalah konflik seperti itu dari sudut pandang kemanusiaan dan
kehidupan bernegara, maka akan timbul perasaan kasih sayang sebagai sesama
manusia dan warga negara. Dari sana akan timbul naluri kita sebagai sesama umat
Tuhan tanpa memandang latar belakang agama dan kesukuan. Rasa nasionalisme
dalam permasalahan semacam ini bisa menjadi katalis agar segala macam intrik
konflik dapat segera rampung. Dengan mengedepankan naluri sebagai manusia umat
Tuhan yang dipersatukan dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia,
niscaya akan timbul empati dan rasa kasih sehingga amarah dan kebencian tidak
lagi timbul.
Kembali ke masalah pengusiran
pengungsi Syiah dari GOR Sampang. Semoga memang benar bahwa yang terjadi
sebenarnya adalah upaya untuk perlindungan warga negara dari pemerintah dan
terjadi karena adanya permintaan resmi dari pengungsi. Semoga memang benar
tidak terjadi pengusiran dengan kekerasan dan paksaan di Sampang. Semoga negara
bisa melindungi hak warga negara untuk hidup damai berdampingan dalam
perbedaan. Semoga..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar