(sumber gambar: lifehack.org) |
Komunikasi adalah salah
satu kegiatan inti manusia. Komunikasi sungguh sama sekali tak bisa dipisahkan
dari kehidupan manusia. Fitrah manusia sebagai makhluk hidup yang hidup secara
komunal dan makhluk sosial, mau tak mau harus menghelat interaksi diantara mereka.
Interaksi adalah komunikasi itu sendiri. Mereka dua sisi mata uang yang tak
bisa saling dipisahkan satu dengan lainnya.
Komunikasi adalah suatu
usaha untuk menyamakan persepsi diantara dua pihak. Proyek komunikasi yang baik
menghasilkan kesepahaman diantara dua pihak yang mengadakan interaksi. Maksud
komunikator (penyampai pesan) yang menyampaikan tentang A, ditangkap juga
sebagai A oleh komunikan (penerima pesan), itulah titik dimana komunikasi
disebut sukses.
Kegiatan komunikasi
menghabiskan mayoritas waktu hidup manusia. Jelas, komunikasi merupakan suatu
hal yang sangat tinggi tingkat kepentingannya. Namun dalam praktiknya, walaupun
komunikasi merupakan rutinitas sehari-hari dan sepanjang hidup, masih saja
terjadi kegagalan dalam prosesnya. Kegagalan ini disebabkan adanya noise atau
gangguan yang menyebabkan kegagalan proses transfer pesan/informasi dari
komunikator ke komunikan. Di tulisan ini tidak akan dibahas tentang hal-hal
yang berpotensi menjadi gangguan dalam proses komunikasi. Tulisan ini akan
berusaha menampilkan trik sederhana untuk menjadi komunikator yang baik atau
dengan kata lain teknik bagaimana mengurangi noise sehingga
mampu untuk meminimalkan kegagalan dalam berkomunikasi. Mari kita simak. Monggo...
***
1. Posisikan diri sebagai pendengar yang bijak dan cerdas
Adanya ungkapan “mendengarlah
maka kau akan mampu berbicara” pas dan korelatif dengan konteks bahasan
pada poin 1 di atas. Untuk menjadi komunikator yang baik sehingga sukses dalam
mengkomunikasikan sesuatu, maka kita harus menjadi pendengar yang baik. Jangan
pernah sepelekan kegiatan mendengar.
Mendengar adalah pintu
sumber informasi. Dari mendengar kita akan mampu menyaring berbagai hal yang
masuk ke reseptor yang ada diri kita. Itu akan menjadi input yang berarti dan
berguna bagi diri kita untuk memproduksi feedback atau respon
selanjutnya. Dengan mendengar secara bijak, besar kemungkinan kita akan mampu mengkomunikasikan
sesuatu dengan baik. Mendengar menjadi dasar utama bagi kita sebelum
“berbicara” mengenai sesuatu. Karena pentingnya proses “mendengar” ini,
perusahaan asuransi kaliber internasional sampai menjadikannya tagline,
“Always Listening, Always Understanding”. Ya to? Toooooooo...
Dari mendengar, kita
akan mengerti. Mendengar bukan berarti kita pasif dan hanya menjadi pendengar
setia yang enggak ngapa-ngapain, diam mematung dan berekspresi
dingin. Tetaplah menjadi pendengar yang antusias dan waspada. Mendengarkan di
sini adalah mendengarkan secara selektif. Pilah dan pilih informasi yang sesuai
dengan kebutuhan kita. Sarikan informasi yang datang ke kita. Korelasikan
dengan kepentingan dan kemauan kita.
Secara attitude,
mendengarkan yang baik adalah mendengar dengan konsentrasi penuh, jangan
memotong dengan terburu-buru dan berikan respon seperlunya. Dengan taat pada
prinsip mendengarkan secara efektif, pada tahap selanjutnya ketika kawan
sekalian mendapat “giliran” untuk berbicara, niscaya akan mampu memberikan
umpan balik yang pas dan memuaskan lawan bicara kita. Pesan tersampaikan dengan
baik. Tercipta kesepahaman. Kita pun di saat itu, pada titik itu telah sukses
menjadi komunikator yang baik.
2. Kuatkan dengan ekspresi non-verbal
Pada dasarnya, terdapat
dua bentuk pesan yang digunakan dalam komunikasi yaitu pesan verbal dan
non-verbal. Pesan verbal adalah pesan dalam bentuk lisan dan tulisan.
Sedangkan, pesan non-verbal adalah pesan yang disampaikan dengan cara selain
lisan dan tulisan. Baik itu berupa ekspresi
wajah, penampilan, kedipan mata, sentuhan, elusan, jarak, gerak tubuh dan lain
sebagainya.
Nah, agar kita menjadi
komunikator yang baik maka kita harus mengaplikasikan pesan-pesan non-verbal.
Agar sukses menjadi komunikator, maka yang harus kita perhatikan adalah:
Penampilan Fisik
Penampilan fisik di sini
mencakup tata busana dan dandanan. Penampilan fisik di sini tidak harus tampan
atau cantik, tidak harus berpakaian resmi dan mahal. Namun, berpenampilanlah
sesuai dengan dimana kita berada, sesuai dengan konteks situasi dan tempat.
Berpakaian secara pantas dan bersih.
Dari sana akan terbentuk
kesan yang baik. Di budaya Jawa terdapat ungkapan bijak: “Ajining Raga Saka
Busana”. Artinya, harga diri kita berasal dari busana atau penampilan kita.
Dengan berpenampilan baik, lawan bicara kita akan respect dan
betah berbincang dengan kita. Kembali lagi, saking pentingnya first
impression, hal itu dijadikan tagline produk parfum
tersohor. “Kesan Pertama Begitu Menggoda, Selanjutnya Karepmu Dhewe..”
#okeskip
Ekspresi Wajah Yang Tepat
Ekspresi wajah sangat
dibutuhkan dalam penyampaian pesan. Tentu kawan pembaca pernah mengikuti suatu
forum atau berbincang dengan seseorang yang memiliki ekspresi muka yang datar.
Bahkan tanpa ekspresi. Kita sebagai pendengar cenderung akan bosan dan jengah
dengan pembicara yang seperti itu. Pendengar akan lebih tertarik pada
komunikator yang ekspresif, yakni komunikator yang pandai memainkan emosi
pendengar dengan bekal perubahan pada mimik mukanya sesuai dengan
kalimat-kalimat pesan yang keluar dari mulutnya.
Pendengar akan lebih
nyaman dan tertarik dengan pembicara yang memiliki dinamika ekspresi wajah yang
terlihat jelas. Ekspresi wajah yang baik ketika berbicara adalah sesuai dengan
pesan yang disampaikan. Kabar gembira sampaikanlah dengan wajah penuh binar.
Berita duka cita utarakanlah dengan wajah sendu.
Ekspresi wajah adalah
pesan non-verbal yang akan dengan sangat mudah tertangkap oleh komunikan.
Ekspresi wajah merupakan gabungan dari berbagai gerak organ yang ada di wajah.
Tercakup sorot mata, gerak bola mata, gerak bibir, kerutan dahi, gerak alis dan
lain sebagainya. Semua itu mewakili berbagai macam ekspresi wajah kita.
Keseriusan, empati dan sifat pesan dapat terlihat dari ekspresi wajah.
Kondisikan dan kendalikan itu semua sesuai konteks isi informasi dan pesan.
Orator ulung tahu persis tentang hal ini. Coba bandingkan, kawan pembaca akan
lebih tertarik pada pidato Bung Karno atau Pak Harto? Ini terkait dengan
ekspresi beliau berdua. Lihat bagaimana ekspresi Bung Karno ketika berpidato di
lapangan IKADA (sekarang lapangan Monas) dengan kata-kata: “IKI DADAKU, ENDI
DADAMU??!!”
Kontak Mata
Penting sekali menjaga
kontak mata dalam berkomunikasi. Tetaplah kontak mata kita berada pada fokus
objek lawan bicara kita. Jangan jelalatan. Jangan memalingkan
wajah. Jangan menunduk. Jangan sibuk dengan objek lain, garuk-garuk bekas panu
misalnya (hiyeeeek..). Dengan menjaga kontak mata, lawan bicara akan
merasa dihargai dan diakui eksistensinya. Jaga kontak mata bukan berarti kita
harus memelototi lawan bicara kita dan “menelanjanginya” dengan pandangan dari
ujung wedges sampai ujung jepit rambutnya. Namun jaga kontak
mata berarti tetaplah berkonsentrasi secara pas, tidak berlebihan, pun
tidak cuek sekali sampai lawan bicara kita merasa dianggap
sebagai semak-semak atau tanaman perdu.
Posisi badan
Dalam menjaga minat
lawan bicara, kita sebagai komunikator harus memperhatikan posisi berdiri dan
duduk kita. Bentuk antusiasme yang baik ketika berbicara adalah posisi agak
memajukan tubuh kita ke lawan bicara. Dari ekspresi non-verbal itu, lawan
bicara akan menangkap kesan bahwa kita benar-benar menyerahkan konsentrasi dan
perhatian kita kepadanya. Otomatis, ia akan membalas dengan perhatian yang sama
baiknya pula. Namun, khusus untuk para wanita, berhati-hatilah untuk
mengaplikasikan teknik ini. Sesuaikan dengan baik dan jangan sampai yang
tertangkap justru kesan “naughty” karena seolah dengan duduk/berdiri
seperti itu, panjenengan dianggap sedang berkata “Nyooooh,
Mas..”. Lho ini serius lho... (iya yan iya..)
Disarankan pula, kita
sebagai komunikator sebaiknya benar-benar mengarahkan posisi tubuh kita
sepenuhnya kepada lawan bicara kita. Tidak membelakangi lawan bicara, tidak hanya menolehkan leher dan memutar
pinggang sedikit ke arah lawan bicara, namun benar-benar posisi tubuh
kita mengarah kepada lawan bicara. Selain keperluan teknis kelancaran transfer
pesan, posisi tubuh seperti itu juga tentang tata krama dan kesopansantunan.
Kemudian, posisi tubuh yang tidak disarankan adalah melipat tangan di atas dada
atau perut kita (bersedekap). Posisi bersedekap identik dengan sikap defensif.
Bahkan cenderung tertangkap kesan angkuh. Selain itu, sebisa mungkin hindari
memasukkan tangan di saku celana. Pada beberapa kasus, bahasa tubuh itu
mewakili ekspresi salah tingkah dan canggung.
Idealnya, tangan kita
tetap tampil seperti biasa. Sewajarnya. Bisa pula menjadi media penekanan
misalnya menggerak-gerakkannya seperti tangan Bung Karno tatkala berpidato atau
Tukul ketika ber-eaaaa... eaaaaa... eaaaaaa..
Jadi, sifat dari
ekspresi non-verbal yang telah dijabarkan di atas adalah memperkuat kesan dan
citra kita sebagai pembicara. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan
dalam berkomunikasi. Walau, tetap yang terpenting adalah substansi pesan yang
kita sampaikan. Komunikator yang baik tentu bisa menyajikan pesan sesuai dengan
harapan komunikannya. Baik komunikan tunggal maupun jamak. Baik komunikan yang
homogen atau heterogen.
3. Sesuaikan isi pesan dengan konteks tempat dan komunikan
Penting, penting sekali
untuk menyesuaikan isi pesan yang kita sampaikan ketika berkomunikasi. Ketika
kita berkomunikasi di forum petani dan nelayan, tentu akan berbeda dengan
ketika kita berkomunikasi di forum yang diikuti oleh para dosen.
(Sebenarnya syedih
juga memberikan contoh kasus dengan “petani dan nelayan” untuk contoh yang
berkonotasi negatif. Kita sebagai negara maritim dan agraris belum berhasil
untuk menaikkan taraf hidup petani dan nelayan. Justru mereka mendapat
stereotype dan menjadi representasi masyarakat yang selalu tersubordinasi dan
tak berdaya secara politik dan ekonomi. Ah sudahlah. Oke lanjut..)
Dengan asumsi petani
(atau nelayan) berpendidikan rendah dan kurang ter-eksposure oleh
pengetahuan dan media massa, maka janganlah kita menggunakan bahasa-bahasa
ilmiah dan bahasa teknis/asing ketika berbicara kepada mereka. Misalnya:
“Panen kita tahun ini
mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Walaupun kita harus bersaing dengan korporasi-korporasi besar dan kartel asing, kita tetap mampu survive. Walaupun harga gabah senantiasa fluktuatif, kita harus tetap fight untuk menerjang
segala barrier di
depan mata kita.”
Dengan bahasa teknis dan
asing seperti di atas, artinya kita sebagai komunikator tidak mampu
mengkondisikan isi pesan dan teknis penyampaian pesan dengan komunikan kita.
Komunikator yang seperti itu adalah komunikator yang tidak bijak. Walaupun ia
menguasai dan tahu persis pesan apa yang ia ucap dan kirimkan, namun itu
sebaiknya tidak dilakukan. Kesepahaman sulit tercapai. Komunikasi tak sukses.
Komunikan pun nggerundel: “Ngomong uopo to Pakdhe?”
Kosakata dan
istilah-istilah yang digunakan untuk menyampaikan pesan wajib disesuaikan
dengan konteks waktu, tempat dan khalayak penerima pesan. Bahasa teknis dan
asing silakan kawan sekalian keluarkan dan pamerkan ketika misalnya sedang
berbicara dalam pertemuan dengan komunikan yang sekiranya paham dan mengerti
definisinya. Apalah gunanya keren-kerenan jika pesan yang kau
sampaikan tak dimengerti. Yo ra?
4. Jangan takut berbicara
Komunikator adalah
pembicara. Tentu ia harus berani untuk mengeluarkan pendapat dengan berbicara.
Banyak orang yang takut berbicara karena cemas akan salah dan disalahkan. Benar
atau salah belakangan, yang penting berbicara dulu.
Kemunculan nervous di awal-awal ketika pertama kali berbicara,
terutama di muka umum, wajar sekali. Jika terus menerus dibiasakan, itu akan
hilang dengan sendirinya.
Yang perlu untuk
diketahui, pembicara di tengah suatu komunitas pasti akan mendapat lebih banyak
perhatian daripada mereka yang hanya diam saja (tapi bukan berarti yang
mendengar pasti tidak berkualitas). Pembicara pun tak jarang mendapat citra
sebagai sosok yang lebih berpengetahuan daripada yang lebih sering diam. Itu
sudah mindset manusia kebanyakan. Orang yang lebih banyak
berbicara pada suatu kumpulan, apalagi ditunjang dengan cara penyampaian yang
enak dan penuh antusiasme, pasti akan tampak menonjol dibandingkan yang lain.
Bagaimana dengan
peribahasa “diam itu emas”? Ya, ungkapan bijak itu berlaku ketika kita
tak menguasai apa yang kita katakan. Daripada kita berbicara tanpa dukungan
data dan fakta yang memadai, lebih beralasan rasanya jika kita membisu saja.
Pada situasi seperti itulah cakupan untuk peribahasa itu. Jangan jadikan
peribahasa itu dalih untuk kita tak speak up.
5.
Intonasi
Intonasi adalah pola
turun naiknya nada yang menyertai ujaran. Intonasi erat kaitannya dengan
penekanan pada kata yang diucapkan. Intonasi yang diberikan pada kata yang
diucapkan sekali lagi terkait dengan penekanan, dan penekanan adalah semacam
indikator bagi para pendengar untuk menilai tingkat kepentingan kata per kata
yang termaktub dalam kalimat-kalimat pesan.
Intonasi sangat penting
diaplikasikan dalam penyampaian pesan. Selain mengacu pada sifat
kepentingannya, juga terkait dengan estetika penyampaiannya. Intonasi terkait
keindahan dalam penyampaian pesan. Seperti tanpa ekspresi wajah, pesan yang
disampaikan tanpa intonasi akan membuat pesan menjadi tidak menarik untuk
didengarkan dan disaksikan. Pembicara yang menyampaikan dengan nada datar tanpa
fluktuasi nada akan mudah kehilangan perhatian pendengar dan pemirsanya.
Pengemasan pesan
sangatlah penting. Pesan yang penting akan menjadi tidak menarik karena cara
pengemasannya. Intonasi yang termasuk unsur penting dalam cara mengemas pesan
harus diperhatikan. Lihat bagaimana Jeremy Teti dan Feni Rose memberikan
penekanan kata sewaktu membacakan naskah berita dan acara. Terlepas dari ke-lebay-annya,
namun ia telah menarik perhatian pemirsa dengan kekhasannya. Mereka telah
memiliki trade mark masing-masing dan itu ada di intonasi
dalam pengucapan kata. Pfffft..
“Pemirrrrrsa,
kemarrrin telah terjadi pencyurrrian di Khulon Prrrrogo dan khoorrrrban
mengalami kerrrrugian errratusan jyuta. Salam SCTVeeee... Bochyooor!”
***
Lima poin tentang trik
sederhana untuk menjadi komunikator yang baik di atas semoga bisa berfaedah
untuk kawan-kawan. Ingat, komunikasi adalah inti dari hidup kita. Konflik
dimulai juga dari jenis dan teknis komunikasi yang kurang baik. Konflik diawali
dari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Komunikasi yang baik dan efektif dapat
meminimalkan terjadinya konflik.
Komunikasi digunakan
untuk mentransfer, menyalurkan dan memindahkan jenis pengetahuan dan dari
disiplin ilmu apapun. Walau pun kemampuan komunikasi sudah kita dapat by
given, namun komunikasi tetaplah memerlukan keseriusan untuk mempelajari
agar kemampuan komunikasi membaik dari waktu ke waktu. Menjadi komunikator yang
baik sangat penting saat ini, apalagi kita hidup di era informasi tanpa batas yang
memerlukan penyalur informasi ke segala arah. Komunikator yang baik akan mampu
menjadi selang ilmu bagi orang-orang di sekitarnya. ITU! #ryanteguh
Komentar ini adalah sebuah manifestasi dari memenuhi janji, tapi bagaimana pun tulisannya sangat bermakna dengan beberapa poin komen yang bisa saya ketik-- (sekarang sudah mulai mengurangi kata ganti 'gue'--demi menjadi komunikator yang baik).
BalasHapus1. Bagaimana jika orang yang berkomunikasi memiliki wajah lempeng, nggak ada ekspresi, dan lawan bicara kesulitan memaknai kondisi komunikator? Ini perlu menjadi tulisan tersendiri nampaknya Pak Dhe, supaya orang-orang lurus bisa sedikit bergelombang (uooopo).
2. Posisi duduk (lagi-lagi saya membayangkan) bagaimana jika saya ngobrol via telpon? kan suka-suka mau duduk atau jungkir balik.. hehehehe, :p
Bukan bermaksud membantah, sekedar saran untuk chapter selanjutnya..
Bravo bravo bravo! you have X Factor to write, PBSK=pembaca bangga sama kamu, LOL
Wajah yang lempeng itu seharusnya perlu sedikit mendapat sentuhan agar bisa mengerti dan kemudian mengalami dinamika, sehingga orang yang diajak berinteraksi menjadi tetap stay awake dan tidak ketiduran.. (?)
HapusKemudian, memang tulisan di atas hanya ditujukan untuk percakapan secara face to face. Kalau dikau sedang bertelepon, mau jungkir walik maupun sambil pacaran, yang terserah saja. Itu juga hidup kamu kok. Apa urusanku coba? *malah emosi*
Hihihihi matur nuwun, ngapaker!! ^.^
Tulisan ini bisa menjadi ajang narsis untukku loh Yan ;)
BalasHapusAku ini tipikal pendengar yang baik dan bijak. Tanya deh sama Fretty atau Rinald (Yak! Silahkan kalo ada yang mau mual2), aku juga sangat ekspresif walaupun sedang berbincang lewat teks. Nah jika face to face dan dalam posisi duduk, aku pasti duduk tegak dan tidak menyender sebagai isyarat aku tertarik dengan obrolannya.
Lalu, kapan kita mengobrol langsung Yan? :D
Wis pernah ketemu karo dua manusia itu po Mbak? Hihi..
HapusKuakui, walau aku manis, namun aku bukanlah pendengar yang baik, aku hanya seorang pecinta yang sederhana.. #uopooo..
Matur nuwun, Mbake.. Salamku pada yang di Jawa Timur sana. Salam Asolole!!