(sumber gambar: rovicky.com) |
Telah jamak diketahui khalayak, bahkan dapat
dikatakan banjir Jakarta telah menjadi berita nasional. Jakarta siaga 1 banjir.
Banjir pun telah menyentuh jantung Kota Jakarta, yaitu Bundaran HI dan
sekitarnya. Tentu saja termasuk Jalan Muhammad Husni Thamrin dan Jalan Jenderal
Sudirman yang terletak tak jauh dari kawasan tersebut. Pusat bisnis Jakarta
(dan Indonesia) itu lumpuh. Tak bisa dilalui berbagai jenis kendaraan. Banjir
masuk ke kawasan penting itu karena tanggul Kanal Banjir Barat jebol. Dari
sumber kompas(dot)com, sampai tengah malam tadi perbaikan tanggul Kanal Banjir
Barat masih berlangsung dan ditinjau secara langsung oleh Pak Jokowi.
Di kawasan Bundaran HI dan sekitarnya
diberitakan air sampai setinggi lutut orang dewasa. Standar orang dewasa di
sini perlu dibuatkan definisi operasionalnya. Setinggi apakah orang dewasa
tersebut. Menurut saya, tinggi standar orang dewasa Indonesia adalah sekitar
160-170 cm. Tentu “selutut orang dewasa” ini akan beda soal jika orang dewasa
itu adalah Yao Ming, Jan Koller atau Kareem Abdul-Jabbar.
Banjir juga meluas ke
sebagian wilayah Jakarta yang lain. Aktivitas warga terganggu. Perekonomian
tersendat. Pun lalu lintas di jalan-jalan raya kawasan banjir. Sekolah
diliburkan. Kantor-kantor pun begitu. Semua tak berdaya ketika harus head
to head dengan banjir. Air berjumlah banyak memang menakutkan. Sumber
kehidupan itu tiba-tiba menjadi pengganggu.
Mobil mewah buatan
negerinya The Beatles pun tak berdaya. Rolls Royce Phantom terdiam terpaku di
tengah kubangan air dalam jumlah masif itu. Mobil berharga belasan miliar
rupiah itu mogok. Mandeg. Tak ada bedanya dengan Suzuki Carry jika harus
berhadapan dengan banjir.
Penyebab banjir pun ditafsirkan dengan beraneka
ragam sudut pandang. Ada yang menafsirkan dari sudut pandang ilmiah, spiritual,
tata kelola dan suka-suka. Banjir memang perkara multidimensional. Banjir
memang tak jauh berbeda dengan wanita. Susah untuk ditafsirkan. (Eaaaa)
Berikut ini penjabaran dari masing-masing
penafsiran tersebut:
1. Sudut Pandang Ilmiah
Dari sudut pandang ini, banjir ditafsirkan semata-mata karena
fenomena cuaca tahunan. Banjir terjadi karena curah hujan yang cukup tinggi.
Akhirnya debit air yang demikian besar itu, tak mampu ditampung oleh sungai,
selokan, gorong-gorong maupun oleh penampung-penampung air yang lain. Walhasil,
air melimpah itu tumpah kemana-mana. Terjadilah banjir.
2. Sudut Pandang Spiritual
Sudut
pandang ini menafsirkan bahwa banjir ini adalah azab atau hukuman dari Tuhan
kepada manusia. Karena manusia tidak amanah dalam mengelola kekayaan Tuhan di
dunia, maka Sang Empunya murka. Diturunkanlah hujan yang sedemikian lebat dan
lama. Banjir merajalela. Kita tak bisa berbuat apa-apa. Termangu sendu. Halah.
3. Sudut Pandang Tata Kelola
Oleh orang yang memiliki sudut pandang ini,
banjir terjadi karena kesalahan pemerintah dalam mengelola sumber daya air dan
penampungannya. Banjir Jakarta terjadi karena semakin banyaknya pembangunan
hutan beton. Perijinan untuk pembangunan mall sangat mudah. Pembangunan real estate semakin melebar ke tepi-tepi kota yang dulunya menjadi
penyangga Jakarta untuk resapan air. Pegunungan di Puncak, Bogor telah berubah
menjadi bangunan-bangunan Vila, yang setiap hari libur dinikmati warga Jakarta
pula.
Otomatis tanah dan ruang terbuka hijau jumlahnya semakin berkurang. Air
kebingungan mencari tempat untuk meresap ke relung-relung sukma bumi. Air tak
tahu kemana harus mengadu. Maka dengan segera leleran-leleran air menjalar tak
tentu arah.
4. Sudut Pandang Suka-Suka
Sudut pandang ini,
sesuai namanya, ya sudut pandang yang ngawur. Sak karepe udele dhewe. Sudut pandang ini mengatakan bahwa banjir adalah
kesalahan Pak Jokowi. Ada lho yang berkata seperti ini. Bahwa banjir ini adalah
kesalahan Pak Jokowi yang tak becus me-manage banjir. PAK JOKOWI
BARU NJABAT BERAPA BULAN HWOOY? (#orasante #ersmosi). Ada juga yang berkata
banjir ini hukuman Tuhan karena Pak Jokowi mengadakan car free night dan pesta di malam tahun baru lalu. Mereka menganggap malam
tahun baru itu banyak terjadi maksiat dan akhirnya banjir terjadi. Hmmm..
Ah apapun sebab banjir itu, tak usahlah menjadi
perdebatan. Karena sejatinya banjir, seperti yang saya ungkapkan di atas,
adalah sesuatu yang multidimensional. Banjir tak terjadi hanya karena satu
sebab. Di dalamnya banyak terdapat penyebab. Masyarakat ikut andil menyebabkan,
pun pemerintah.
Maka dari itu, sudahlah berhenti untuk saling
menyalahkan satu sama lain. Yang diperlukan saat ini adalah sinergi dari
segenap komponen bangsa Indonesia umumnya dan Jakarta pada khususnya. Karena
jangan lupa, banjir tak hanya terjadi di Jakarta. Kita sebagai masyarakat
haruslah sadar posisi dan peran kita sebagai subjek dan objek pembangunan.
Pemerintah pun demikian. Sinergi yang baik akan menghasilkan output yang
baik pula. Pemerintah harus selalu berpegang pada pedoman prinsip good
corporate governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Masyarakat
pun seyogyanya segera bergerak maju menantang segala risiko kehidupan di
zaman post-modern ini. Hingga terbentuklah masyarakat madani
yang aman, damai tenteram dan sejahtera, serta tentu saja bebas banjir.
Wallahu'alam..
sumber dari republika mana? wkwkwk....
BalasHapusJiee iklan nih ye. Hihihi. Atau mungkin mau pasang di blog ini? :))
HapusMamacih ya Lingga berkenan mampir sini..
Wah saya cukup ngakak membaca tulisanmu ini yan. Sukak. Dalam kemasan kosa kata mu yang tetap rumit, kok tulisan ini jd membuat saya menafsirkan bahwa banjir Jakarta adalah sebuah lelucon #looohhh
BalasHapusGih pada pindah dari Jakarta, ber-ruralisasi balik ndeso mbangun ndeso :D
Wah ide bagus, mari galakkan ruralisasi sebagai antitesis urbanisasi.. \○/
HapusMamacih ya Mbak Des komennya, jangan bosen main sini..
Weww berisi n brmnfaat bgi yg bacaaa, ak yang awalnya ngga 'ngeh' ttg bnjir jkarta skrang jadi tauuu *jrang nnton tv -_-
BalasHapussemogaa bnjir jkrta , cpet surut , pra korban bnjir tabah, sabar dan ngga bnyak korban mninggal aamiin ya Rabb
Horeeee.. ma'acih fy
HapusSemoga banjir cepat hilang dan surut.. \o/
Banjir (memang) multidimensional.. multi-faktor.. dan multi-aktor..
BalasHapussekarang udah gak jaman saling menyalahkan.. gara-gara si ini gak becus, gara-gara si itu bikin vila, gara-gara si anu banyak dosa & maksiat, gara-gara si ono ngirim banjir.. halah.. #rauwisuwis (ruaien mode: on)
saya (sebagai pemerhati banjir, pemberi komentar kadang2, juga setengah korban karena setiap 12 jam sehari ada di sana untuk cari sekarung berlian) berharap semua pihak disadarkan atas kejadian banjir jakarta tahun ini - yang kok rasanya heboh banget ya, mungkin karena beberapa stasiun tv -yang terdepan dan terlebay- terus menerus memberitakan banjir Jakarta, ditambah socmed yg setiap waktu update berita banjir - Ya semoga semuanya ikut terbuka mata dan hatinya untuk melihat masalah ini secara utuh. Dan pihak-pihak yg berwenang serta punya kapasitas (Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah di seluruh wilayah DAS -bukan cuma Gubernur DKI- , ilmuwan, akademisi, dan Kementerian serta Badan2 terkait) bisa berkoordinasi dan bersinergi mencari solusi dari berbagai segi. Masyarakat juga semoga semakin sadar dan paham untuk semakin bersahabat dengan alam. *terbaca klise sekali yah*
oh iya, awalnya aku kira mas ruaien ini akan membahas lebih mendalam di poin tata kelola, secara ehmm.. basic-nya anak key-pi-em.. huehehe..
udah ah, panjang banget rasanya, ini komen apa bikin tulisan sendiri deh iraaa -___-
--
sebelum menutup komen ini, izinkan adinda berpantun..
hidup di dunia tanpa kekasih terasa hampa,
cukup sekian terima kasih dan sampai jumpa...hooobaahhhh....
Jadi begini, memang tulisan ini sengaja hanya memotret banjir dan penyebabnya dari empat sudut pandang. dan tak bermaksud memberikan analisis mendalam satu per satu sudut pandang tersebut. karena akan terlalu klise untuk masuk ke sana. Sebenarnya banjir itu terjadi karena apa juga sudah banyak diketahui oleh khalayak ramai. Masalahnya hanya mau atau tidak semua bergerak mengubah keadaan yang tak nyaman itu. Demikian.
BalasHapusHobbbbaaaaaah.. icik icik ahum...
saya setuju sama sudut pandang yang ilmiah dan tata kelola kota.
BalasHapusdan selagi saya berkomentar di blog yang populer, cetar, dan membahahahahah ini maka saya mau menyatakan sebuah statement dari seorang Bogorian:
Saya Wina Ekawati sebagai orang Bogor ASELI meminta maaf kepada semua pihak yang merasa orang Bogor lah penyebab banjir Jakarta, karena katanya kami ini suka kirim banjir. namun sungguh kami ini boro-boro kirim banjir, kirim pulsa ke mama aja kami sulit.. ouch.
with Love and Asinan,
Wina - Bogorian.