(sumber gambar) |
Terus terang saja, pada
awalnya tulisan ini saya niatkan untuk membuat para tukang kritik (atau haters?)
Pak SBY dan Pak Boediono, menjadi sedikit objektif dalam melihat jalannya lokomotif
pemerintahan yang dipimpin oleh kedua doktor tersebut. Ya, seperti kita (kita?)
ketahui bersama, bahwa banyak sekali para pembenci, kritikus atau apalah
namanya yang hampir selalu melontarkan statement bernada minor
terhadap semua hal yang dilakukan oleh pemimpin bangsa ini. Mudahnya, mereka
sering berkata: “Pokokmen ini salahnya SBY! Semua salah SBY! SBY harus
mundur! Huwooo huwooo!”
Belum lama ini, di salah
satu media sosial, yang berinisial t.w.i.t.t.e.r, ada salah satu penggiatnya
yang berkata: “Siapa sih wakil presiden kita? Ngapain aja ya dia?”.
Sungguh tweet sarkastik yang membuat saya, khususnya, menjadi
tak nyaman. Padahal, saya bukan siapa-siapa Pak Boed (“cieee Pak Boed
manggilnya cieee, sok akrab lu, Yan” #suaragaib) juga. Mengenal Pak Boed secara
langsung pun tidak, pernah jadi mahasiswanya apalagi, bertemu secara langsung
pun belum. Tetapi, akhirnya saya menemukan mengapa saya menjadi sedemikian tak
nyaman setelah membaca tweet tersebut, mengapa saya seolah
sangat posesif dan ikut terhina. Akhirnya saya menemukan jawabannya, yaitu
karena kami sama-sama penduduk Sleman (ngok! okeskip! lanjut!). For
your information, memang Pak Boed tinggal di kawasan Sawit Sari Sleman.
Bertetangga dengan Pak Amien Rais, dan tentu saja bertetangga dengan saya yang
di…….. Catur Tunggal (hey jauh hey!).
Entah mengapa saya
selalu ikut tak nyaman jika ada seseorang yang mengomentari Pak SBY dan Pak
Boed dengan nada negatif. Karena seringkali para pengkritik (atau haters)
saya amati berbicara tanpa disertai data yang valid dan waton mangap (asal
bicara -Jawa). Tanpa menyampaikan data-data yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Tanpa didukung dengan argumentasi yang sahih.
Saya akan sangat mafhum,
jika kawan pembaca pasti akan segera menyimpulkan saya sebagai pendukung SBY
dan Boediono garis keras. Tetapi jika diperbolehkan membela diri, saya ketika
Pemilu 2009 benar-benar tidak mencoblos Pak
SBY dan Pak Boed (sounds wrong ya?). Iya, ketika itu saya bukanlah
pemilih pasangan yang diusung oleh Partai Demokrat dan beberapa partai
sekutunya tersebut. Lalu memilih siapa? Ah lahacia. Mengapa saya demikian ikut
merasa tak nyaman jika ada yang berkata bahwa kedua pemimpin tersebut seolah
menjadi objek sasaran jika segala sesuatu di Indonesia berjalan tidak
sebagaimana mestinya? Argumentasi saya adalah, karena Pak SBY dan Pak Boed
adalah pemimpin kita yang legitimate dan pemimpin Indonesia
pertama sepanjang sejarah yang dipilih rakyat secara langsung bahkan dengan
perolehan suara lebih dari 60%. Tentu saja lebih 60% rakyat Indonesia memilih
mereka dengan alasan tertentu pula. Pak SBY dan Pak Boed adalah khalifah yang
insya Allah dipercaya Tuhan untuk memimpin Indonesia. Jadi, mbok ya kita
dukung dan kita berikan kritik yang konstruktif.
Saya mengkonklusikan,
para haters itu sebenarnya berpendapat hanya dengan dasar
pemberitaan di media massa. Tanpa mereka bisa bijak memilah, apakah memang
media massa tersebut memiliki kepentingan tertentu atau tidak. Bahkan mungkin
tanpa mereka tahu siapa pemilik media massa tersebut beserta segala kemauannya.
Padahal harus perlu diketahui pula, bahwa media massa itu niscaya membawa misi
tertentu, selain tentu saja memberitakan. Adalah omong kosong jika media dewasa
ini bisa objektif dalam memberitakan. Bad News is Good News, itu
adalah ayat suci mereka. Maka, mereka selalu lebih bahagia ketika mendapat
segala macam pemberitaan buruk, tentang apapun, tentang siapapun, termasuk para
punggawa pemerintahan Indonesia tersebut. Tanpa para haters Pak
SBY dan Pak Boed tahu juga, bahwa ada sosok yang menjadi media darling atau
tidak. Contoh nyata media darling adalah Pak
Jokowi, yaitu sosok yang segala macam hal yang dilakukannya menjadi pemberitaan
positif dan melegakan. Nah, Pak Boed khususnya, konon, bukan media
darling. Jadi, jarang sekali mendapat porsi pemberitaan yang memadai.
Mungkin karena sosok Pak Boed yang pendiam dan kalem, sehingga relatif kurang
menarik untuk diberitakan.
Tak jarang, saya
mendengar secara langsung ungkapan dari beberapa orang di sekitar saya seperti:
“Pak SBY itu lambat ya, Pak SBY itu banyak pertimbangan dan penakut ya, Pak
Boed kerja apa aja ya, Pak Boed itu wakil presiden kok ga pernah keliatan
kerjanya ya”. Wow! Orang-orang itu hebat sekali, seolah mereka benar-benar
setiap saat nginthil dan nempel kemanapun Pak
SBY dan Pak Boed melangkah. Seolah mereka tahu bahwa Pak SBY dan Pak Boed
memang benar-benar seperti yang mereka nyatakan. Ekspresi keyakinan yang
mendalam selalu mengiringi ucapan-ucapan bernada negatif itu. Padahal wong
ya mereka hanya bersumberkan koran yang mereka baca, pun cuma mendapat
pemberitaan dari tvOne dan Metro TV dan rasan-rasan (obrolan
–Jawa) dari teman minum kopi di Warung Mbak Pardjinah (sopo iku?).
Baiklah, saya pun ingin
bersikap objektif. Jangan-jangan mereka yang selalu berkata negatif tentang Pak
SBY dan Pak Boed itu sesungguhnya benar dan saya yang sok tahu dan saya sedang
dihinggapi kebencian saja kepada mereka, tanpa disertai dasar pula. Maka, niat
saya untuk membuat para pembenci Pak SBY dan Pak Boed menjadi objektif dalam
melihat kinerja pemimpin kita itu, sedikit saya turunkan standarnya. Yaitu
menjadi hanya sekadar ingin memberikan cakrawala informasi dari sisi yang
berbeda. Dari sumber yang berbeda. Yaitu dari pemerintah secara langsung. Saya
pun sadar, dari beberapa informasi yang di paragraf-paragraf berikutnya, pasti
akan ada yang meragukan kesahihannya. Pasti ada pula yang akan meragukan
keobjektifannya. Maka, saya berharap ada counter attack yang
berupa data juga.
Data yang akan saya
paparkan di bawah nanti, adalah data tahun 2011. Data yang dapat dikatakan
sebagai data terbaru, sebelum nanti akhir tahun ini atau awal tahun depan akan
disusul segera dengan data terbaru berikutnya. Oleh karena itu, saya buru-buru
untuk segera menuangkannya data tersebut di tulisan ini. Saya berhasil
mengakses data tersebut belum lama ini, walau sebenarnya data tersebut sudah
dirilis di awal tahun ini. Maka maafkanlah saya yang baru saja bisa
menyajikannya ke hadapan kawan pembaca sekalian di penghujung tahun 2012 ini.
Data tersebut adalah
data pencapaian pemerintahan yang dipimpin oleh Pak SBY dan Pak Boed sampai
tahun 2011. Data itu hasil rilisan BPS (Badan Pusat Statistik) dan beberapa
kementerian terkait. Jadi, memang data tersebut adalah versi pemerintah. Tentu
saja data tersebut memiliki posibilitas untuk diragukan dan disanggah. Data
yang memiliki potensi menjadi data yang debatable. Karena data
tersebut adalah data makro, sehingga banyak yang mengatakannya memiliki cacat
yaitu terkait dengan “pemerataan”. Tetapi, sudi kiranya kita mengakuinya
sebagai data resmi valid yang sudah mengalami pengolahan yang tidak sembarangan
oleh ahlinya.
Sektor Ekonomi
Data yang akan saya
sajikan pertama adalah data dari sektor ekonomi. Sektor ekonomi bisa dikatakan
sebagai tolok ukur atau indikator utama sukses atau tidaknya suatu
pemerintahan. Maka, tidaklah istimewa jika akhirnya ditempatkan di posisi awal
untuk pemaparan episode ini.
Sektor ekonomi menjadi
salah satu bukti nyata bahwa rezim Pak SBY dan Pak Boed benar-benar bekerja. Di
sektor ini jelas sekali terlihat bahwa tim ekonomi Pak SBY dan Pak Boed memang
mumpuni. Kerja keras semua elemen pemerintahan dan tentu saja seluruh rakyat
Indonesia membuahkan hasil yang cukup menggembirakan di sektor ini.
Hal tersebut bisa
dilihat dari ekonomi nasional yang terus tumbuh meskipun terjadi krisis global
yang melanda dunia tahun 2008 - 2011. Seperti khalayak luas ketahui, bahwa di
tahun 2008, Amerika Serikat mengalami krisis ekonomi yang akhirnya menjalar
hampir ke seluruh negara dunia dan mempunyai efek global. Tak terkecuali
Indonesia. Krisis di negerinya Britney Spears (lah? kok sampai Britney?
#MbokBenGituLho) itu pada awalnya dipicu oleh kacau balaunya pelaksanaan sub
prime mortgage, atau kredit kepemilikan rumah dan mulai munculnya kelemahan
permainan saham.
Walau banyak negara
hampir dan sudah collapse dengan remuknya perekonomian AS,
namun bisa dikatakan bahwa ekonomi Indonesia relatif baik dan survive.
Ekonomi Indonesia tahun 2009 tumbuh 4,58 % yang merupakan tertinggi ketiga di dunia setelah China dan
India. Adapun, kemudian pada tahun 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,4%,
sehingga lembaga pemeringkat kredit Internasional, Fitch Rating menempatkan
Indonesia sebagai investment grade atau negara layak
investasi. Sementara itu, inflasi tahun 2011 tercatat hanya 3,79% yang
merupakan terbaik se-Asia Pasifik.
Di bidang lain, yaitu
ketenagakerjaan, angka pengangguran terus menurun dari 9,9% pada tahun 2004
menjadi 6,56% per Agustus 2011. Lalu, angka kemiskinan menurun dari 16,7% pada
tahun 2004 menjadi 12,36% per September 2011. Data World Bank tahun 2011 menunjukkan,
56,5% dari 237,6 juta penduduk Indonesia merupakan kategori kelas menengah,
yang berarti membelanjakan uangnya sekitar US Dollar 2 (Rp. 18.000) sampai US
Dollar 20 (Rp. 180.000) per hari. Dengan demikian, sekitar 134 juta penduduk
Indonesia saat ini merupakan kelas
menengah meningkat hampir 300% dibanding tahun 2003 yang tercatat
hanya 45 juta orang.
Di sisi lain, Produk
Domestik Bruto (PDB) juga mengalami peningkatan yang tidak sedikit, yaitu
melonjak dari Rp. 2.774,3 triliun pada tahun 2005 meningkat lebih 200% menjadi
Rp. 6.422,9 triliun pada tahun 2010 dan Rp 7.417,2 triliun atau sekitar US
Dollar 825 miliar pada 2011. Rasio utang Indonesia terhadap PDB menurun tajam
dari 57% pada tahun 2004 menjadi sekitar 26% pada 2011. Nilai ekspor tahun 2011
mencapai sekitar US Dollar 200 miliar, yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Tumbuhnya ekonomi
Indonesia, seiring sejalan dengan meningkatnya kemaslahatan dan kesejahteraan
masyarakat, yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan per kapita dari US
Dollar 1320 pada tahun 2005 menjadi sekitar US Dollar 3500 pada tahun 2011.
Keuangan negara juga mengalami perbaikan signifikan yang ditandai dengan
peningkatan APBN dari Rp 427,2 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 1.320 triliun
pada tahun 2011 dan Rp 1.435,4 triliun pada tahun 2012 atau meningkat 350%
dengan rata-rata defisit anggaran mulai 2006 sebesar 1,27%. Cadangan devisa
juga mengalami peningkatan dari US Dollar 36,3 miliar pada tahun 2004 menjadi
US Dollar 111,3 miliar pada 30 November 2011, atau mengalami kenaikan lebih
dari 200%. Realisasi investasi mengalami kenaikan sebesar Rp. 250 triliun,
melebihi target investasi Rp 240 triliun di tahun 2011.
Sektor Infrastruktur
Sebenarnya cukup sah
juga jika sektor infrastruktur dimasukkan ke dalam sektor ekonomi. Namun demi
mempermudah dalam membaca, maka sengaja sistematika penulisan dipisahkan antara
sektor ekonomi dan infrastruktur. Penjabarannya dapat segera dinikmati di bawah
ini.
Wujud riil dari komitmen
pemerintah dalam pembangunan infrastruktur direalisasikan dengan pengalokasian
anggaran infrastruktur yang dikelola Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pada tahun
2011 sebesar Rp 56,9 triliun yang merupakan terbesar dalam APBN 2011. Mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar Rp 36,1 triliun.
Secara rinci dapat disaksikan di bawah ini:
Bidang Infrastuktur Sektor Riil
·
Pembangunan jalan sepanjang 3215 km
·
Pembangunan jembatan 7332 meter
·
Pembangunan 3494 fly over dan under pass
Bidang Kebutuhan Dasar
·
Pembangunan 65 twin block rusunawa
·
Sistem Penyediaan Air Minum di 322 kawasan dan Sistem Penyediaan
Air Minum Ibu Kota Kecamatan di 171 kawasan
·
Sistem Penyediaan Air Minum Perdesaan di 1087 desa.
Bidang Sumber Daya Air
·
Pembangunan 8 waduk dan 34 embung
·
Jaringan irigasi seluas 58.548 hektar
·
Rehabilitasi irigasi seluas 284.135 hektar
Selain itu juga telah
dibangun prasarana pengendali banjir sepanjang 463,06 km, pengembangan terpadu
aliran sungai Bengawan Solo serta pembangunan dan rehabilitasi pengendalian
sedimen dan pengaman pantai sepanjang 248,15 km. Khusus infrastruktur bidang
energi, pemerintah membangun 35 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan
kapasitas total 10.000 megawatt. Kapasitas sebesar itu pada 2011 telah mengalirkan
2530 megawatt sehingga memperkuat sistem kelistrikan nasional.
Sektor Pertahanan dan Keamanan
Sektor pertahanan dan
keamanan juga merupakan sektor penting yang harus mendapatkan sentuhan
pembangunan dan pengembangan. Karena di sektor inilah, wibawa dan kedaulatan
Republik Indonesia dipertaruhkan di mata dunia. Oleh sebab itu, pemerintah yang
sangat sadar akan hal itu segera mengambil langkah strategis.
Sektor pertahanan dan
keamanan adalah hal yang tak bisa dipisahkan dari kelengkapan alat utama sistem
persenjataan (alutsista). Alutsista adalah ujung tombak dari pertahanan dan
keamanan negara. Karena merupakan hal yang sangat krusial, pemerintah dengan
sigap segera turun tangan dengan meningkatkan jumlah anggaran untuk keperluan
pertahanan dan keamanan. Secara jumlah, jumlah anggaran untuk sektor tersebut
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Anggaran pertahanan dan
keamanan di tahun 2010 sebesar Rp 42,3 triliun, tahun 2011 sebesar Rp 58,2
triliun dan tahun 2012 sebesar Rp 72,3 triliun.
Sektor Pertanian, Perikanan, dan Penghijauan
Sektor pertanian sebagai
penyedia pangan bagi rakyat, juga mengalami pertumbuhan positif. Hal tersebut
dapat terlihat pada produksi padi nasional yang mengalami pertumbuhan dari
tahun ke tahun. Tahun 2006 produksi padi nasional berada pada angka 54,45 juta
ton, tahun 2007 meningkat menjadi 57,15 juta ton, tahun 2008 60,27 juta ton,
tahun 2009 66,38 juta ton dan pada tahun 2011 Indonesia mengalami surplus beras
sebanyak 4,3 juta ton. Kenaikan produksi juga dialami komoditas jagung semenjak
swasembada di tahun 2008 mencapai 16,32 juta ton naik menjadi 17,23 juta ton di
tahun 2011.
Lalu, di komoditas
perkebunan, yaitu sawit, karet dan kakao, Indonesia juga mengalami perkembangan
yang baik. Indonesia sejauh ini tetap menjadi penghasil minyak sawit terbesar di dunia dengan menguasai 47%
pasar dunia. Sedangkan sebagai penghasil karet, Indonesia menduduki peringkat kedua terbesar di dunia setelah
Thailand. Indonesia juga menduduki posisi
kedua dunia setelah Ivory Coast sebagai produsen biji kakao dunia.
Berlanjut di sektor
perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan kawasan
minapolitan, pengembangan usaha mina perdesaan, dan mengembangkan infrastruktur
kelautan. Anggaran KKP tahun 2011 sebesar Rp. 4,9 triliun meningkat 45,3%
dibandingkan 2010 sebesar Rp. 3,4 triliun. Sepanjang tahun 2011 telah dibangun
37 lokasi minapolitan percontohan yang terdiri dari 9 lokasi minapolitan
berbasis perikanan tangkap, 20 lokasi minapolitan berbasis perikanan budidaya
dan 8 lokasi minapolitan pengembangan sentra garam rakyat. Pembangunan minapolitan
ditujukan untuk pembangunan perikanan dari hulu ke hilir, dari penangkapan
hingga pengolahan dan pemasaran.
Penghijauan akan saya
singgung sedikit di sini. Yakni dari indikator jumlah penanaman pohon dari
tahun ke tahun. Dimulai dari tahun 2007, telah ditanam 86,9 juta pohon, tahun
2008 109 juta pohon, tahun 2009 sebanyak 251,6 pohon dan pada tahun 2011 sudah
mencapai 1300 juta pohon. Menggembirakan dan menyejukkan.
Sektor Pariwisata dan Olahraga
Dari sektor pariwisata,
dikabarkan bahwa pada tahun 2011 telah dibentuk 569 desa wisata untuk menarik
wisatawan, pembentukan 323 kelompok sadar wisata, sertifikasi 15.000 orang
tenaga kerja di bidang pariwisata serta melakukan 74 event promosi
ke luar negeri dan 44 event promosi di dalam negeri. Kemudian
juga terdapat indikator lain di sektor pariwisata untuk melihat laju
kesuksesannya, yaitu jumlah kunjungan wisatawan. Mulai dari tahun 2006 sampai
dengan tahun 2011, grafik kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia
mengalami kenaikan. Dimulai tahun 2006, jumlah wisatawan yang berkunjung ke
Indonesia adalah 4,9 juta orang, tahun 2007 5,5 juta orang. Kemudian tahun 2008
berada pada angka 6,2 juta orang, tahun 2009 6,9 orang, tahun 2010 berjumlah
7,0 orang dan di tahun 2011 berjumlah 7,6 juta orang.
Sektor olahraga, dapat
saya katakan sebagai sektor yang mengalami kenyataan yang tidak menggembirakan
sejauh ini. Jelas sekali bahwa olahraga Indonesia bisa dikatakan sedang
mengalami krisis prestasi. Bulutangkis kita sudah tak seperkasa dulu. Sepakbola
kita apalagi. Yang paling hangat adalah tim nasional sepakbola yang tersingkir
dari piala AFF di fase penyisihan grup. Menurun drastis dari pencapaian dua
tahun lalu sebagai runner up. Menyedihkan dan menjengkelkan.
Khusus di cabang olahraga
sepakbola, konflik dalam kepengurusannya seperti ra uwis uwis (tak
berkesudahan –Jawa). Baru-baru ini, tepatnya dua atau tiga hari lalu, Indonesia
hampir saja dijatuhi sanksi oleh FIFA sebagai lembaga sepakbola tertinggi
dunia. Namun kita masih beruntung, karena tidak dijatuhi sanksi dan konflik
kepengurusan antara PSSI dan KPSI akan ditangani oleh AFC atau lembaga
sepakbola Asia. Baru saja sebelum saya menulis kalimat ini, saya mendapat
berita dari portal berita online bahwa telah dibentuk semacam
gugus tugas atau task force untuk menyelesaikan permasalahan
ini. Task Force ini sebagai kepanjangan tangan pemerintah
yaitu Kemenpora. Semoga bisa segera terselesaikan.
Padahal, jika saja Pak
SBY dan Pak Boed ini sedikit memiliki kepekaan terkait olahraga, khususnya
sepakbola, maka sebenarnya sepakbola ini sangat bisa menjadikan rakyat
Indonesia bahagia dan tentram. Indonesia bisa dikatakan sebagai football
nation atau bangsa sepakbola. Semua hal terkait sepakbola seperti
mendapat perhatian, gairah dan gelora jiwa yang menggelegak dari segenap rakyat
Indonesia. Jangankan sepakbola domestik, tak jarang pula terhadap tim dari luar
negeri, rakyat Indonesia memiliki militansi yang luar biasa dalam
dukung-mendukung tim favoritnya. Tak jarang pula diiringi dengan saling ejek
dan serang satu sama lain. Kenal kan dengan bonek (bondo
nekat) atau hooligan-nya Indonesia? Betapa segenap jiwa raga dan
harga diri mereka curahkan untuk olah raga rebutan bola ini. Masih kita
ingat euphoria rakyat Indonesia ketika dua tahun lalu timnas
kita menyuguhkan permainan ciamik di piala AFF. Ketika itu
seluruh Indonesia bersatu padu, menghilangkan segala sekat kesukuan, kepartaian
dan sekat lain-lain untuk bernyanyi bersama mendukung timnas. Jika saja,
sepakbola ini mendapat komitmen pemerintah untuk diseriusi dan akhirnya
mendapat prestasi-prestasi, maka hampir dapat dipastikan, rakyat Indonesia akan
bahagia dan sangatlah mungkin mereka bisa melupakan berbagai permasalahan ini
bangsa ini.
Namun di 2011, sedikit
ada angin segar, yaitu Indonesia menjadi juara umum di Sea Games. Kala itu
Indonesia bertindak menjadi tuan rumah. Event regional ASEAN
tersebut diselenggarakan di Palembang dan Jakarta.
Sektor Korupsi
Sebelum memungkasi
tulisan ini, saya akan sedikit menyinggung pencapaian di lingkup pemberantasan
korupsi. Korupsi menjadi masalah bersama di negeri ini. Masalah yang menjadi
musuh bersama. Korupsi telah merajalela dimana-mana, mulai dari legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Mulai dari pusat sampai desa.
Terdapat ungkapan satire terkait
korupsi ini. Bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya Indonesia, bahkan
ada yang berkata bahwa korupsi telah menjadi way of life. Naudzubillah
tsumma naudzubillah. Sehingga para pelakunya telah pantas untuk disemati
predikat budayawan. Oalah.
Namun, ternyata di bawah
kepemimpinan Pak SBY dan Pak Boed, bisa dikatakan bahwa pemberantasan korupsi
telah berjalan dengan lumayan baik. Sepanjang rezim ini berkuasa, telah lebih
dari 165 pejabat yang diberikan izin untuk diperiksa. Bahkan salah satunya
adalah besan dari Pak SBY yaitu Aulia Pohan yang dibui terkait kasus di Bank
Indonesia Sepanjang tahun 2011, Kejaksaan telah menyidik 1.515 perkara korupsi
dengan 1207 diantaranya berlanjut dengan penuntutan. Secara keseluruhan dalam
periode 2004 – 2011, Kejaksaan telah melakukan penyidikan perkara korupsi
sebanyak 8503 perkara dengan 7804 perkara diantaranya dilanjutkan dengan
penuntutan dan uang negara yang berhasil diselamatkan Rp 12,8 triliun, US
Dollar 18,06 juta dan Baht 3,8 juta.
Di lain sisi, Kepolisian
sejak tahun 2005 – 2011 telah melakukan penyidikan terhadap 3363 kasus korupsi
dengan uang negara yang berhasil diselamatkan sekitar Rp 925 miliar. Adapun KPK
sejak tahun 2004 – 2011 sudah menggarap 265 terdakwa korupsi dengan uang negara
yang berhasil diamankan Rp 2,54 triliun. Dengan berbagai capaian ini, Indeks
Persepsi Korupsi Indonesia meningkat tajam dari sekitar 1,8 pada tahun 2004
menjadi 3,0 pada 2011, dan merupakan peningkatan tertinggi dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN.
Namun demikian, KPK saat
ini sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia masih memiliki
pekerjaan rumah yang tidak sedikit, yaitu penyelesaian kasus Bank Century dan
Hambalang. Kasus Bank Century sampai saat ini belum lagi terdengar bagaimana
perkembangannya. Semoga saja segera bermuara dan tak dipetieskan. Kasus
Hambalang yang pun semoga segera terkuak. Karena baru seminggu lalu sudah
muncul tersangka baru yaitu Andi Alifian Mallarangeng, Menpora yang akhirnya
mundur karena dicekal dan dilarang untuk berkunjung ke luar negeri. Kemudian
juga menyeret nama sang adik, yaitu Andi Zulkarnaen Mallarangeng (Choel) dan
salah satu petinggi PT. Adhi Karya sebagai kontraktor pemenang tender
pembangunan kompleks olahraga di Hambalang. Semoga kasus yang sebelumnya
diramaikan oleh “nyanyian” Nazaruddin dan menyeret Putri Indonesia, Angie
Sondakh segera selesai dengan baik. Karena di sana banyak sekali uang rakyat
menjadi korbannya dan disinyalir menjadi bancakan para
petinggi.
Demikianlah tulisan saya
kali ini, yang telah memaparkan beberapa pencapaian pemerintahan yang
dikomandani Pak SBY dan Pak Boed. Bahwa memang pemerintahan ini telah mencapai
beberapa perkembangan dan pertumbuhan menggembirakan. Nyata dan jelas bahwa
pencapaian-pencapaian itu tidak dapat terwujud dengan sendirinya dan sekejap
mata. Namun membutuhkan kerja keras dan kerja sama dari segenap komponen
bangsa. Tetapi kita juga tidak dapat menutup mata, bahwa pemerintahan di bawah
pimpinan Pak SBY dan Pak Boed ini masih menyisakan beberapa kekurangan yang
perlu segera disempurnakan dan diselesaikan. Kita sebagai bangsa sudah
seharusya untuk berkarya sebaik mungkin di bidang kita masing-masing demi untuk
mendukung kemajuan bangsa kita. Tulisan yang cukup panjang. Semoga tak
membosankan. Semoga bisa mencapai misi mengapa tulisan ini disusun, yaitu
memberikan cakrawala informasi dari sisi yang berbeda. Salam SCTV! (lhah?)
Tulisan yang sangat berbobot cak. Data disajikan dan dipaparkan secara lugas dan mumpuni. Mbok ya tulisanmu ini coba dimasukan ke surat kabar.
BalasHapusDitunggu postingan berikutnya cak.
Waduh mumpuni. Hihi. Sudah pernah Kang tak coba masuk ke koran. Pernah juga dimuat. Tapi di sana dibatasi ruang dan karakter yang itu dalam beberapa kasus sulit dipenuhi. Dan kalo di koran saingane profesor doktor Kang. Hihi. Matur nuwun. Ayo endi postinganmu? :D
Hapusakiiihh bangeett (¬_¬)
BalasHapussemoga para haters sadar kalo mimpin negara itu ga gampangg apalagi negara seluas indonesia ,
banyak pencapaian yg mgkin ga ungkapkan di media , pak sby sama pak budiono tipe 'emoh sombong' ga koar" ttg kinerjanya , beliau pastilah sudah bkerja ekstra keras kantong mata pak sby buktinyaa. salam jeremy tetti
Sip! Setuja! Pancen kebanyakan mung ngomong thok tanpa dasar. Sip fy engko tak pundhutke apik karo dek ta hihi..
Hapusunderstood :)
BalasHapustidak bosan baca mas haha..
padahal ga ngerti dan ga berminat tentang pemerintahan *kalau aku ngomong gini bapakku mesti berkomentar seng ora2 :/*
jadi, bapak yang pertama bikin aku curious tentang berita beginian, kemudian mas ryan yang berikutnya :D
Ayo Bapak diaturi maos. Matur nuwun Ulfa. :))
HapusSemoga bermanfaat.
Ayok nulis lagi :)
subhanallah kakak kita yang satu ini, yang merasa akrab dengan Pak Boed #eeh
BalasHapusMereka bekerja tapi tidak diekspose media, medianya sibuk ekspose yg lain yg miring2 karena lebih memenangkan interest masyarakat, apalagi ibu2 #ehlagi
Hae adik kita...
HapusSetuja! Haruslah kita lebih objektif dalam melihat segala sesuatu, dan pula harus mempertimbangkan beberapa segi dalam mengkajinya.. (/o_o)/
Ececccieeee makin mantep iki tulisane (eling yo mas, aku wis ninggalno jejak nang blog sampeyan)... maju terus pantang mundur!
BalasHapusAku yo wis dolan ning blog-mu, dik. Ayo nulis terus. Matur nuwun..
Hapus