(sumber gambar: writing.com) |
Sebelumnya saya mohon
maaf, sebelum kawan-kawan pembaca (semoga memang ada yang berkenan membaca)
beranjak ke larik-larik tulisan berikutnya, sebelum kawan-kawan rela
menenggelamkan waktu di paragraf-paragraf berikutnya, maka kiranya izinkan saya
untuk memberikan sedikit pengantar ini. Bahwa tulisan ini berpotensi untuk
membosankan kawan-kawan pembaca. Kenapa saya berkata seperti itu, karena
tulisan ini akan sangat Ryan Perdana-sentris. Betul, tulisan ini akan sangat
berpusat pada diri saya pribadi. Di sini akan banyak ditemukan kata “saya”.
Tulisan ini bercerita tentang mengapa saya punya niat untuk nge-blog,
minimal, dengan sedikit serius. Semoga saja tulisan yang tak seberapa indah
bahasanya, tak seberapa baik susunan kalimatnya, tak seberapa rapi alurnya ini,
bisa menjadi pengingat saya, bahwa saya pernah ingin rajin nge-blog. Jadi,
saya akan malu (sisipkan emoticon malu di sini) jika kelak
malas untuk membuat tulisan di sini. Tolong ingatkan saya ya..
Pada suatu ketika, di
medio 2011 saya tergerak untuk membuat suatu media dokumentasi dan publikasi
untuk tulisan-tulisan saya pribadi. Kala itu saya memutuskan untuk
membuat blog. Sebenarnya, saya pun ragu, apakah blog saya
itu sudah pantas untuk menjejak menjadi media publikasi, dan tak hanya berhenti
menjadi wadah dokumentasi pribadi saja. Pun, tulisan saya juga belum terkumpul
dalam jumlah banyak, kalau memang tak pantas dikatakan sangat sedikit. Tetapi,
saya berniat untuk mencobanya. Maka, itulah mengapa, tiga tulisan awal yang
saya tampilkan di blog itu terkategorikan ke dalam tulisan
lawas. Tiga tulisan lawas tersebut saya post di blog dengan
maksud untuk dokumentasi, dan syukur-syukur jika ada yang berkenan membaca.
Jadi semacam tes pasar. Syukurlah, ada yang mau membaca, walau tak seberapa
banyaknya. Jadi saya waktu itu semakin bulat tekad untuk meneruskan blog ini.
Di paragraf berikutnya saya jelaskan satu per satu tentang tiga tulisan awal
di blog saya. Kenapa hanya tiga tulisan, sedangkan ada empat
tulisan di sana? Karena tulisan keempat adalah tulisan baru yang (niatnya) saya
jadikan titik tolak keaktifan saya di sini.
Tulisan pertama
di blog saya, yang berjudul “Program 100 Hari Kurang Greget”
adalah tulisan tahun 2009 yang berhasil menembus kolom “Suara Mahasiswa” di
Harian Seputar Indonesia (Sindo) dan dimuat di tanggal 27 Januari 2010. Tentang
bagaimana cerita tulisan saya itu bisa dimuat dan berapa tulisan berhasil
dimuat, kelak akan saya buatkan posting-an tersendiri. Tulisan
kedua, berjudul “Korelasi Zikir, Syukur dan Korupsi” adalah tulisan di awal
2011 saat saya waktu itu lumayan selo (ada waktu luang). Maka
tersusunlah tulisan yang sok religius itu. Tulisan ketiga, berjudul “Alam Tidak
Sedang Bersandiwara”, adalah tulisan di akhir 2009, dan sebetulnya adalah untuk
keperluan dimuat di bulletin kampus yang bertema lingkungan.
Waktu itu saya diminta untuk menulis di bulletin itu, karena
saya memenangkan ajang duta-dutaan di kampus (juara berapa saya di ajang itu?
Ah tidak penting.. #aseeek). Dengan memenangkan ajang itu, maka saya
mendapat privilege untuk bisa menulis di bulletin tersebut,
walau setahu saya, sampai saya lulus, bulletin dan tulisan itu
sampai sekarang belum pernah tiba di tangan saya. Tragis memang. Ihik.
Maka saya memutuskan untuk mem-publish-nya di blog, karena saya
pikir tema itu sampai saat ini masih tetap relevan.
Sekitar akhir Agustus
2011, setelah saya mem-posting tiga tulisan itu, entah mengapa saya
seperti kehilangan ghirrah, kehilangan semangat menulis dan tak
menemukan alasan mengapa saya harus meneruskan kelangsungan blog ini. Di
samping juga berbagai dinamika kehidupan yang memerlukan pemikiran serius
daripada “hanya untuk sekadar” nge-blog, membuat blog terlupakan.
Dari saat itu sampai tulisan keempat yang baru saya publish belum
lama ini, saya lebih memilih media micro-blogging Twitter
sebagai media untuk mengeluarkan segala curahan hati dan pikiran yang rasanya
akan mengganjal jika tak segera dikeluarkan. Maka saya cukup ceriwis disana,
meski dengan jumlah follower yang minim (ayo follow saya ayo! ayo!
#fakirfollower). Saya akui, Twitter menjaga saya untuk selalu berpikir, Twitter
menjaga saya untuk selalu menjaga kebaruan informasi, Twitter menjaga saya agar
tetap menulis walau sangat pendek. Pernah saya membuat tweet: “Twitter
keeps me thinking..”. Twitter memang dibatasi karakter, sehingga
tulisan-tulisan yang saya masukkan di sana, hanya sebatas percikan-percikan
kecil pikiran saya yang akan segera lenyap ditelan tweets lain
dan akan sangat cepat sekali dilupakan. Twitter juga memiliki kelemahan dalam
hal dokumentasi. Tweets kita seolah hilang ditelan komputer,
tanpa bisa kita mengakses kembali, terutama tweets kita yang
sudah lama. Walau sebenarnya, di pertengahan tahun ini, sempat muncul
berita menggembirakan, bahwa Twitter akan mengeluarkan fitur yang memungkinkan
kita bisa mengunduh tweets lama kita, meski sampai sekarang
fitur itu belum jelas kapan akan dirilis. Jalan tengah yang perlu dilirik dalam
mendokumentasikan tweets adalah dengan men-chirpified-kan
atau mem-favorite-kan, walau dengan berbagai keterbatasan tertentu.
Sampai sekarang saya tetap aktif di Twitter di akun @ruaien,
dengan tweets yang bisa dikatakan sesuka hati saya, dengan
beragam tema dan tak ada niat untuk diseriuskan dan difokuskan pada interest dan
tema tertentu. Di sana hanya sekadar media luapan pikiran yang sekejap. Tetapi,
walau demikian, Twitter tetap penting untuk saya sebagai media katarsis dan
katalis pribadi. (ketinggian ya? #hambokyoben)
Maka, berangkat dari
berbagai keterbatasan yang dimiliki Twitter, saya memutuskan untuk kembali
(ingin) aktif di blog. Niat ini pada awalnya dipicu oleh salah satu quote seseorang
di Twitter, tetapi saya lupa siapa yang mengungkapkannya, berbunyi kurang lebih
seperti ini: “Manusia akan lenyap ditelan sejarah, kecuali jikalau ia menulis.”
Kutipan pendek tersebut mengganggu pikiran dan selalu terngiang di kepala saya.
Saya berpikir mulai saat itu, bahwa saya harus meninggalkan minimal tulisan,
entah itu berguna, berisi, bernas atau tidak. Yang terpenting adalah menulis.
Itu dulu. Keinginan menulis saya itu membuat saya berpikir bahwa media yang pas
di konteks kekinian untuk keinginan itu adalah blog. Walau wajar jika ada yang
berkata: “Kok baru sekarang to yan nge-blog-nya?”. Tetapi kan lebih baik
terlambat daripada terlambat banget, yo ra? (ya nggak? #dijelasin).
Blog memberi ruang yang
luas bagi kita untuk menulis dengan beragam fitur dan kelengkapan yang
ditawarkan. Blog lebih banyak menyediakan ruang dalam
karakter, artinya kita diijinkan untuk menulis panjang lebar. Blog pun
memenuhi keinginan saya untuk bisa mendokumentasikan dan mempublikasikan. Blog ini
ingin terus saya rawat, minimal untuk diri saya pribadi. Jika boleh sedikit
bermimpi, maka saya ingin kelak blog ini menjadi prasasti
untuk anak cucu saya, bahwa ayah dan kakek mereka pernah berpikir, bercerita
dan menuliskannya di sini. Tulisan di blog bagi saya pribadi
adalah arsip. Sebagai path pencatat dan pemotret alur
perkembangan pikiran dengan variabel pendukung waktu dan sosok-sosok manusia
yang berinteraksi dengan saya. Jadi, tulisan di blog ini sepertinya akan
mengarah ke dalam bentuk diary, catatan perjalanan atau jika boleh
sedikit muluk, sebagai catatan kehidupan. Semoga bisa istiqomah menulis
di blog ini. Yuk nge-blog yuk..
Blog ini memiliki alamat kurasasaja.blogspot.com.
Otomatis penekanan berada pada frase “kurasasaja”. Ada alasan spesifik mengapa
saya memilihnya menjadi alamat blog ini. “Kurasa saja” di sini menurut
pemikiran saya, akan mampu mewakili semua tulisan-tulisan saya. Artinya,
tulisan saya di sini adalah hasil dari mengolah rasa. Bukan semata mengolah
pikiran. Karena pikiran akan menjadi liar dan membabi buta jika tak
mengindahkan bisikan rasa dari hati yang jauh di dalam sanubari sana.. (#haiyah
#gayamuyanyan). Sekaligus frase “kurasa saja” akan mampu menjadi justifikasi,
jika di dalam tulisan-tulisan saya terdapat berbagai kesalahan, entah dalam
penyusunan kalimat, entah dalam berteori, entah dalam mengutip dan/atau entah
dalam menyimpulkan sesuatu. Oleh karena itu, jika dalam penulisan ada hal-hal
yang salah dan kacau, lalu muncul pertanyaan: “Kok begitu sih, yan?” atau
“Bukannya ini begini to? Atau “Ah sok tahu kamu, yan!!”, maka dengan tangkas
saya akan berkilah: “Ah itu kan hanya kurasa saja to..” (#aseeek #sakkarepmuyan
#uwuwuwuwu). Tetapi, di blog pun telah disediakan ruang untuk kritik, saran dan
komentar, maka, please kritik dan beri saranlah saya. Karena blog
ini bukanlah media pemaksaan untuk berpendapat persis seperti saya, tetapi
justru sebagai wadah untuk saling berbagi wacana dan pemikiran bersama.
Semoga..
bener ya, micro-blogging dengan nge-tweet akan hilang bgitu saja kalau ga jadi ada fitur yg km sebut di atas itu ya. ok, keep blogging yok! kapan-kapan tapi :D
BalasHapusAyo Ulpah lanjutkan keaktifan di blog. Matur nuwun sanget komennya..
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSudah mampir kakak...
BalasHapusWelcome back to the jungle *eh, dunia blog-mengeblog maksudnya :D
Selamat menulis, dan selamat berbagi ^^
Ma'acih Risma. Semoga bisa istiqomah nulis. Ingatkan aku ya. Tunggu aku di blog-mu.. :))
HapusGaya penulisan serius,tapi tetep ada guyon e, mas ryan banget...,wajah politisi tapi kelakuan komedi *ok saya sok tau hahaha
BalasHapusWaah matur nuwun dek kikik, tunggu postingan berikutnya ya.. Ayo ngeblog juga \o/
HapusHyaaak sip ek , lanjutkan! teruskan! segeralah realisasikan 4 tema yang msih dkepalaa :D nyemangaat
BalasHapusAyo fy ngeblog.. \o/
HapusGaya penulisanmu urakan cak. Sederhana dan dibumbui perpaduan kata antara yg guyon, serius, bahasa langit. Cool!
BalasHapusKomentar ini ditulis berdasarkan yg kurasasaja setelah membaca.
Duh bahasa langit. Hihihi. Nuwun yo Cak! Ayo ngeblog. Nggo warisan.. \o/
HapusDuh bahasa langit. Hihihi. Nuwun yo Cak! Ayo ngeblog meneh. Nggo warisan.. \o/
HapusBener Yan, twit2 yang pernah kita tulis bakalan tenggelam di lautan timeline, bahkan kita sebagai penulis twit pun terkadang kesusahan menemukan twit2 lama kita :(
BalasHapusNgeblog memang asyik ya? Kita bisa mencurahkan pendapat, pemikiran, dan perasaan serta memperoleh sudut yg pandang yg berbeda dari komentar teman2 yg berkunjung ke blog kita. Menyenangkan!
Tidak hanya malaikan Rakib & Atid yg bisa mencatat sejarah hidup kita, kita pun bisa
Waaa Mbak Dian, matur nuwun. Betul sekali, bahwa blog sangat bisa menjadi pencatat perjalanan kita. Semoga niat yang saya gembar-gemborkan itu tak hanya menjadi sekadar lamis thok. Tolong keplak aku mbak jika ke depannya saya tak konsekuen dengan perkataan di tulisan itu. Nuwun, Mbak ^^
HapusBaru kunjungan pertamaku, Bung.:) So, this is your blog. :) Yang kuliat tentu saja bukan bentuk blognya atau penyusunannya, tetapi tulisannya. Sangat argumentatif. Mau dikemas pake gaya humor atau gaya serius, intinya argumentatif. Hehehe...kalau boleh kasih dukungan/motivasi, jangan ragu menulis. Jangan dibayangkan blog ini seperti koran atau majalah yang akan ada proses editing, seleksi dan koreksi. Ngebloglah seperti membuat catatan biasa dengan target sederhana, berguna buat kita sendiri dan (semoga berguna buat orang lain). Oke, semoga sukses le ngeblog!!!!!
BalasHapusMatur nuwun sekali, Mas Feri. Komentar yang sungguh menggairahkan. Membuat semakin semangat nulis. Tunggu kunjungan balasan, Mas. Malam ini sedang konsen nulis untuk postingan berikutnya. Sekali lagi matur nuwun, Mas.. :)
Hapus